Kerajaan Hindu Budha di Indonesia Ikut dalam Perkembangan Zaman Indonesia
A. Kerajaan Bercorak Hindu
1. Kerajaan Mulawarman (Kutai) Tidak ada satu bangsa pun di dunia yang tidak pernah berhubungan dengan bangsa lain. Letak kepulauan Indonesia yang strategis berada di tengah-tengah jalur pelayaran dari India ke Cina membuat Indonesia tidak bisa tidak berhubungan dengan bangsa lain. Kebudayaan India banyak mempengaruhi kebudayaan di Indonesia. Di daerah Kalimantan Timur, tepatnya di daerah Kutai pernah ada sebuah kerajaan. Kerajaan itu merupakan kerajaan pertama di Indonesia yang sudah mengenal tulisan. Percampuran budaya menyebabkan timbulnya kerajaan bersifat Hindu. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang raja. Sebelum budaya India masuk, pemerintahan desa dipimpin seorang kepala suku.
Berdasarkan bukti yang ada, kerajaan tertua dijumpai di daerah Kalimantan Timur. Bukti itu berupa tujuh buah prasasti yang dipahatkan di atas tiang batu yang disebut yupa. Kata Yupa tertera di dalam prasasti itu. Tujuh yupa itu sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta, ditulis dengan huruf pallawa dalam bahasa Sanskerta. Prasasti yupa tidak menyebut angka tahun, tetapi berdasarkan analogi yang ditemukan di India Selatan, dapat diperkirakan prasasti yupa itu berasal dari pertengahan abad V. Keterangan dari yupa, bahwa pendidiri kerajaan adalah aswawarman bukan kudungga.[2]
Berdiri pada tahun 400 M Prasasti Kutai menyebutkan silsilah raja-raja Kutai dengan raja terbesarnya adalah Mulawarman. Bunyi prasasti tersebut sebagai berikut. "Sang Maharaja Kudungga yang amat mulia, mempunyai putra mahsyur, Sang Aswawarman namanya, yang seperti Ansuman (dewa matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang Aswawarman mempunyai putra tiga, seperti Api (yang suci) tiga. Yang terkemuka dari ketiga putra ialah Sang Mulawarman raja yang berperadaban baik, kuat, dan kuasa. Sang Mulawarman telah mengadakan kenduri (selamatan) emas amat banyak. Buat peringatan kenduri itulah tugu batu didirikan oleh para brahmana."[3]
Silsilah dari Kerajaan
Kutai adalah sebagai berikut:
a) Maharaja Kudungga dengan gelar anumerta Dewawarman Kudungga merupakan nama asli dari orang Indonesia yang belum tercampur oleh budaya manapun. Pada mulanya, kedudukan dari Kudungga ini merupakan kepala suku. Namun seiring berjalannya waktu, pengaruh Hindu masuk dan kemudian Kudungga mengubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan. Dan setelah itu mengganti kedudukannya sebagai seorang raja, yang selanjutnya pergantian raja dilakukan secara turun menurun. b) Maharaja Asmawarman dengan gelar Wangsakerta dan Dewa Ansuman Dalam prasasti Yupa disebutkan bahwa Raja Aswawarman adalah raja yang sangat cakap dan kuat. Di masa pemerintahannya beliau melakukan perluasan wilayah Kerajaan Kutai. Hal itu dibuktikan dengan adanya Upacara Asmawedha yang dilakukan pada waktu itu. Upacara serupa juga pernak dilakukan di India pada masa Raja Samudragupta. Dalam upacara itu dilakukan pelepasan kuda yang berfungsi untuk menentukan batas kekuasaan Kerajaan Kutai c) Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman) Raja Mulawarman adalah anak dari Aswawarman. Mulawarman terkenal sebagai raja terbesar di Kerajaan Kutai. Pada masa beliau-lah Kerajaan Kutai mencapai puncak Kejayaan. Di masa ini juga, rakyat kutai hidup tentram dan sejahtera, bahkan aja Mulawarman mengadakan upacara kurban emas yang sangat melimpah.
Raja-raja yang pernah
memerintah di Kerajaan Kutai
Keruntuhan Kerajaan
Kutai
Tewasnya seorang raja bernama Maharaja Dharma Setia dalam suatu peperangan, menandakan masa Kerajaan Kutai telah berakhir. Maharaja Dharma Setia tewas ditangan Raja Kutai Kartanegara ke-13 yaitu Aji Pangeran Anum Panji Mendap. Untuk informasi, Kutai yang dimaksud adalah Kutai Martadipura yang berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang saat itu ibukotanya Kutai Lama atau Tanjung Kute. Kemudian Kutai Kartanegara inilah yang disebut dalam sastra Jawa Negarakertagama yang kemudian menjadi kerajaan Islam. Sejak tahun 1735 kerajaan Kutai Kartanegara yang pada awalnya sang raja memiliki gelar Pangeran berubah menjadi bergelar Sultan (Sultan Aji Muhammad Idris) dan hingga sekarang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.[5]
2. Kerajaan Purnawarman (Tarumanegara)
Tarumanegara adalah kerajaan Hindu tertua di Pulau Jawa. Kerajaan
ini berdiri kira-kira pada abad ke 5 masehi. Lokasi kerajaan itu sekitar Bogor,
Jawa Barat. Rajanya yang terkenal adalah Purnawarman.
Purnawarman
memeluk agama Hindu yang menyembah Dewa Wisnu. Dari prasasti Tugu diketahui pada
zaman Purnawarman, kerajaan Tarumanegara telah mampu membuat saluran air yang
diambil dari sungai Citarum. Saluran air itu berfungsi untuk mengairi lahan
pertanian dan menahan banjir.
Sumber sejarah yang dapat digunakan bagi kerajaan Tarumanegara ada dua macam, yaitu sumber prasasti dan berita Cina dari masa Dinasti Tang (Abad VII). Prasasti-prasasti dari kerajaan Taruma berjumlh 7 buah. Prasasti-prasasti tersebut antara lain: prasasti Ciaruteun (Ciampea-Bogor), prasasti Tugu (dekat Tanjung Priok), prasasti Cidanghiang (kampong Lebak-Munjul), prasasti Pasirawi dan Muara Cianten (daerah Ciampea Bogor), prasasti Kebon Kopi (Muara Hilir Cibungbulng), dan prasasri Pasir Koleangkak (sebelah barat Bogor). Huruf yang dipakai dalam prasasti-prasasti tersebut adalah huruf pallawa dan bahasa yang dipakai adalah Bahasa Sanskerta dalam bentuk metrum (syair).[6] Pada akhir abad ke-7, Tarumanegara tidak terdengar lagi kabar beritanya. Ada kemungkinan kerajaan ini ditaklukkan oleh Sriwijaya. Kemungkinan ini dapat kita ketahui dari sumber-sumber sejarah berikut.
1) Dalam prasasti Kota Kapur disebutkan bahwa pada tahun
686, Sriwijaya menghukum bumi Jawa karena tidak taat kepada Sriwijaya.
2) Sejak abad ke-7, Kerajaan Cina tidak pernah menyebut
lagi adanya utusan yang datang dari dan ke Tarumanegara.
Raja-raja yang pernah memerintah Tarumanegara dan Tahun
Kepemimpinannya adalah sebagai berikut:
Silsilah Kerajaan Tarumanegara:
1. Jayasinghawarma
Raja pertama Kerajaan Tarumanegara yakni raja Jayasinghawarman yang memerintah kerajaan sejak tahun 358 hingga 382 M. Beliau juga sekaligus sebagai pendiri dari Kerajaan Tarumanegara. Jayasinghawarman adalah seorang maha resi yang berasal dari negara India, tepatnya berasal dari daerah Salankayana. Salakayana mengungsi ke Nusantara sebab kerajaannya telah diserang oleh Kerajaan Magada yang dipimpin oleh Raja Samudragupta. Pada waktu beliau wafat, kemudian dimakamkan di tepi sungai Gomati yang terletak di Bekasi. Pada waktu kekuasaan Jayasinghawarma, pusat Kerajaan Tarumanegara kemudian dipindahkan dari Rajapura ke Tarumanegera. Rajapura memiliki arti sebagai Salankayana atau Kota Perak.
2. Dharmayawarma
Raja selanjutnya adalah Dharmayawarma yang merupakan anak dari Jayasinghawarman. Beliau naik tahta menggantikan ayahnya pada tahun 382 M – 395 M. Tidak banyak sejarah yang mencatatkan dari raja kedua Kerajaan Tarumanegara ini. Hanya saja, namanya masuk dalam Naskah Wangsakerta, yakni naskah yang memuat para raja – raja Kerajaan Tarumanegara.
3. Purnawarman
Purnawarma menjadi salah satu raja terkenal yang berkuasa di Kerajaan Tarumanegara. Namanya tercantum di dalam Prasasti pada abad ke lima. Tak hanya itu, namanya juga terlihat di dalam Naskah Wangsakerta. Beliau memerintah kerajaan dari tahun 395 M sampai 434 M. Di masa pemerintahannya, ibukota Kerajaan Tarumanegara pindah menuju Sundapura. Hal inilah yang kemudian menjadi asal muasal nama Sunda. Pada waktu kekuasaan Purnawarman, Kerajaan Tarumanegara juga mengalami kemajuan yang pesat. Bahkan, Kerajaan Tarumanegara juga sukses dalam menguasai setidaknya 48 kerajaan kecil yang berada di bawahnya. Kekuasaaan Kerajaan Tarumanegara kemudian membentang dari Salakanegara atau Rajapura, yang pada waktu ini diperkirakan merupakan daerah Telu Lada, Pandeglang hingga Purbalingga, Jawa Tengah. Pada jaman dahulu, batas negara dari Kerajaan Tarumanegara merupakan Kali Brebes. Selepasa masa pemerintahan dari Raja Purnawarna, Kerajaan Tarumanegara kemudian diteruskan oleh anaknya yang bernama Wisnuwarma. Lalu tahta tersebut kemudian digantikan oleh Indrawarman. Dan kemudian digantikan oleh Maharaja Candrawarman.
4. Suryawarman
Raja Suryawarman adalah raja ke tujuh dari Kerajaan Tarumanegara. Suryawarman memerintah kerajaan selama kurun waktu 26 tahun. Dibandingkan dengan ayahnya sang Maharaja Candrawarman, kebijakan dari Suryawarman memanglah berbeda. Jika Maharaja Candrawarman memiliki kekuasaan penuh yang terletak di raja. Tetapi sebaliknya, Suryawarman lebih memfokuskan pemerintahan di bagian timur kerajaan. Hal inilah membuat asal muasal dari didirikannya kerajaan di Kendan, daerah sekitar Bandung serta Limbangan Garut oleh menantunya yang bernama Manikmaya. Bahkan, daerah tersebut juga sama-sama mengalami perkembangan yang pesat sebab adanya Kerajaan Galuh yang didirikan oleh cicit Manikmaya di tahun 612 M.
5. Linggawarman
Linggawarman adalah seorang raja terakhir yang memerintah Kerajaan Tarumanegara. Linggawarman memerintah dari tahun 666 M sampai 669 M. Pada waktu itu, Raja Linggawarman tidak mempunyai putra sebagai penerus tahta Kerajaan Tarumanegara. Dan beliau hanya mempunyai dua orang puteri, yang bernama Minarsih sebagai putri sulungnya serta Sobakancana. Putri Minarsih kemudian menikah dengan Tarusbawa yang menjadi raja pengganti dari Linggawarman. Sementara, Socakancana kemudian menikah dengan Daputa Hyang Sri yang menjadi pendiri dari kerajaan Sriwijaya.[7]
Penyebab runtuhnya Kerajaan Tarumanegara
Linggawarman, raja Kerajaan Tarumanegara yang terakhir digantikan oleh menantunya Tarusbawa pada tahun 669 M. Linggawarman mempunyai 2 orang putri yaitu pertama yang bernama Manasih yang menjadi istri Tarusbawa (berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa) dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi istri dari Dapuntahyang Sri Jayanasa (pendiri kerajaan Sriwijaya). Secara otomatis tampuk kekuasaan itu diwariskan kepada menantu dari putri pertama. Karena Pamor Kerajaan Tarumanegara sudah mulai menurun, Tarusbawa juga berniat mengembalikan kejayaan zaman Raja Purnawarman yang berkedudukan di Purasaba (ibukota Sundapura). Sekitar tahun 670 Tarusbawa mengganti nama Kerajaan Tarumanegara menjadi Kerajaan Sunda, hal ini dapat dijadikan suatu alasan Wretikandayun dari Kerajaan Galuh untuk dapat memisahkan dari kekuasaan Tarusbawa. Karena putra mahkota dari Kerajaan Galuh berjodoh dengan Sanaha (Putri Maharani Sima dari Kerajaan Kalingga) maka Kerajaan Galuh mendapatkan sebuah dukungan Kerajaan Kalingga untuk menuntut Tarusbawa agar bekas wilayah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara dipecah menjadi dua. Dalam posisi yang tidak menguntungkan ini dan untuk menghindari terjadinya suatu perang saudara akhirnya Tarusbawa menerima tuntutan Kerajaan Galuh. Pada tahun 670 wilayah Kerajaan Tarumanegara dapat dipecah menjadi dua kerajaan yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan sungai Citarum sebagai batasnya.[8]
3. Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri terletak disekitar Kali Berantas, Jawa Timur. Kerajaan kediri berjaya pada pemerintahan Raja Kameswara yang bergelar Sri Maharaja Sirikan Kameswara. Kameswara meninggal pada tahun 1130. Penggantinya adalah jayabaya. Jayabaya adalah raja terbesar di Kediri. Raja Kediri terakhir adalah Kertajaya yang meninggal tahun 1222. Pada tahun itu Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok di Desa Ganter, Malang.
Jayabaya adalah raja yang cukup
berhasil membawa Kerajaan Kediri dalam kemajuan. Kerajaan semakin teratur,
rakyat hidup makmur. Kediri juga memiliki armada laut bahkan telah ada Senopati
Sarwajala (panglima angkatan laut).
Kerajaan Kediri akhirnya mengalami keruntuhan. Kertajaya atau Dandang Gendis merupakan raja terakhir. Terjadi pertentangan antara Kertajaya dengan para pendeta atau kaum brahmana. Kertajaya dianggap sombong dan berani melanggar adat.
Silsilah Kerajaan
Kediri
1. Sri Jayawarsa
Dalam prasasti Sirah Keting (1104 M) menyebutkan bahwa raja Sri Jayawarsa sempat memerintah Kerajaan Kediri. Pada masa pemerintahan beliau, raja Sri Jayawarsa pernah memberikan hadiah kepada rakyat desa kerajaan sebagai tanda penghargaan, karena rakyatnya berjasa kepada sang raja. Dalam prasasti itu juga disebutkan bahwa raja Sri Jayawarsa sangatlah perhatian kepada rakyatnya dan berupaya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
2. Sri Bameswara
Selama memerintah, Raja Bameswara banyak meninggalkan prasasti yang banyak ditemukan di daerah Tulung Agung dan Kertosono. Dalam prasasti yang ditemukan, kebanyakan menceritakan mengenai masalah keagamaan, sehingga dapat disimpulkan juga keadaan pemerintahannya sangatlah baik.
3. Prabu Jayabaya
Pada masa kepemimpinan Prabu Jayabaya lah Kerajaan Kediri mengalami puncak kejayaan. Strategi pemerintahan yang digunakan Prabu Jayabaya untuk kemakmuran rakyatnya sangatlah mengagumkan. Pada saat itu, ibukota kerajaan terletak di Dahono Puro. Dahono Puro merupakan daerah yang berada di bawah kaki Gunung Kelud dengan tanah yang sangat subur, sehingga segala macam tanaman dapat tumbuh menghijau. Hasil dari perkebunan serta pertanian melimpah ruah. Di tengah-tengah kota juga terdapat aliran Sungai Brantas yang airnya sangat bening dan banyak terdapat ikan yang hidup di dalamnya.
Dari hasil bumi tersebut,
juga diekspor ke kota Jenggala, dekat Surabaya menggunakan perahu dengan
menyusuri sungai. Roda perekonomian pada saat itu sangatlah lancar, sehingga
Kerajaan Kediri mendapat medapat julukan sebagai negara yang “Gemah Ripah Loh
Jinawi Tata Tentrem Karta Raharja”.
Jayabaya memerintah kerajaan sejak tahun 1130 hingga 1157 Masehi. Selain itu, bidang spiritual dan material pada masa Jayabaya juga tak tanggung-tanggung.Beliau memiliki sikap yang bijaksana dan adil terhadap rakyat serta sangat merakyat dan menjalankan visinya yang menjadikan Prabu Jayabaya layak dikenang sepanjang masa.
4. Sri Sarwaswera
Kisah dari raja Sri Sarwaswera tercantum dalam sebuah prasasti bernama Padelegan II (1159) dan prasasti Kahyunan (1161). Beliau merupakan raja yang taat beragama dan berbudaya serta memegang teguh prinsip “tat wam asi” yang memiliki arti “dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah engkau”. Menurut pendapat dari sang raja, tujuan dari hidup manusia yang terakhir adalah moksa, yang berarti pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar merupakan sesuatu jalan yang mengarah kepada kesatuan, sehingga segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah hal yang tidak benar.
5. Sri Aryeswara
Kisah Sri Aryeswara termuat dalam prasasti Angin (1171). Beliau merupakan seorang raja yang memerintah sekitar tahun 1171. Ia memiliki gelar abhisekanya yaitu Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka. Dalam prasasti itu tidak dijelaskan kapan Sri Aryeswara diangkat menjadi raja dan kapan masa pemerintahannya berakhir. Dalam masa pemerintahannya, ia meninggalkan prasasti Angin yang bertuliskan tanggal 23 Maret 1171. Pada saat itu, lambang dari Kerajaan Kediri adalah Ganesha. Menurut prasasti, raja yang memerintah setelah Sri Aryeswara adalah Sri Gandra.
6. Sri Gandra
Sri Gandara memerintah Kerajaan Kediri pada tahun 1181 M yang termuat dalam prasasti Jaring yang di dalamnya juga menceritakan mengenai penggunaan nama hewan dalam kepangkatan seperti seperti nama gajah, kebo, dan juga tikus. Nama dari hewan-hewan tersebut menggambarkan tingkat tinggi rendahnya pangkat seseorang di dalam wilayah kerajaan.
7. Sri Kameswara
Raja Sri Gandra memerintah pada tahun 1182 yang dapat kita ketahui di dalam prasasti ceker dan juga Kakawin Smaradhana. Dalam pemerintahannya sejak tahun 1182 hingga 1185 Masehi, bidang seni sastra mengalami perkembangan yang sangat pesat. Contohnya Empu Dharmaja yang telah mampu mengarang kitab Smaradhana. Bahkan pada masa pemerintahannya juga dikenal cerita-cerita panji seperti cerita Panji Semirang.
8. Sri Kertajaya
Sri Kertajaya memerintah kerajaan pada tahun 1190 sampai 1222 Masehi yang termuat dalam beberapa prasasti seperti: prasasti Galunggung (1194), prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, serta Pararaton. Sri Kertajaya juga dikenal sebagai “Dandang Gendis”. Dalam masa pemerintahannya, kestabilan dari kerajaan menurun. Hal itu dikarenakan Kertajaya ingin mengurangi hak-hak dari kaum Brahmana. Sontak hal tersebut ditentang oleh kaum Brahmana. Pada waktu itu, kedudukan dari kaum Brahmana semakin tidak aman, sehingga banyak yang kabur menuju Tumapel yang pada saat itu dipimpin oleh Ken Arok. Saat Raja Kertajaya mengetahui hal tersebut, ia mempersiapkan pasukan untuk segera menyerang Tumapel. Sementara itu, Tumapel yang dimpin oleh Ken Arok mendapat dukungan penuh oleh kaum Brahmana untuk balik melakukan serangan ke Kerajaan Kediri. Sumber sejarah Kerajaan Kedri
1. Prasasti Banjaran bertuliskan
angka tahun 1052 M yang menceritakan kemenangan Panjalu atas Jenggala.
2. Prasasti Hantang
bertuliskan angka tahun 1052 M yang menceritakan Panjalu pada masa Jayabaya.
3. Prasasti Sirah Keting
(1104 M), berisi cerita mengenai pemberian hadiah tanah kepada rakyat desa oleh
raja Jayawarsa.
4. Prasasti lain yang
ditemukan di Tulungagung dan Kertosono berisi masalah keagamaan, yang
dikeluarkan oleh raja Bameswara.
5. Prasasti Ngantang
(1135M), menceritakan raja Jayabaya
telah memberikan hadiah kepada rakyat desa Ngantang sebidang tanah yang
bebas pajak.[9]
4. Kerajaan Singasari
Kerajaan Singasari merupakan sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada
tahun 1222 M. Lokasi kerajaan tepatnya di daerah Singasari, Kabupaten Malang,
Jawa Timur. Nama resmi Kerajaan Singasari awalnya
adalah Kerajaan Tumampel.
Silsilah Kerajaan
Singasari
1) Ken Arok
(1222 - 1227 M)
Raja pertama Singasari. Ken Arok memiliki empat putra, dari istrinya Ken Umang yaitu Panji Tohjoyo, Panji Sudatu, Panji Wregolo, dan Dewi Rambi. Dengan Ken Dedes Ken Arok rnernpunyai putra bernama Mahesa Wongateleng.
2) Anusapati
Tahun 1227 M Anusapati naik tahta Kerajaan Singasari selama 21 tahun. Toh Joyo berhasil membunuh Anusapati, hingga kemudian menjadi raja.
3) Tohjoyo (1248
M)
Ronggowuni, salahsatu anak Ken Umang berusaha merebut kekuasaan Tohjoyo. Pasukan Toh Joyo di bawah Lembu Ampal gagal menghancurkan perlawaman Ronggowuni. Pasukan Toh Joyo kalah, bahkan kemudian ia terbunuh dalam suatu pertempuran.
4) Ronggowuni
(1248 - 1268 M)
Ronggowuni bergelar Sri Jaya Wisnuwardana didampingi oleh Mahisa Cempaka. Pada tahun 1254 M, Wisnuwardana (Ronggowuni) mengangkat putranya Kertanegara sebagai raja muda atau Yuwaraja. Tahun 1268 M, Ronggowuni meninggal dunia.
5) Kertanegara
(1268 - 1292 M)
Tahun 1268 M Kertanegara naik tahta bergelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Kertanegara merupakan raja yang paling terkenal di Singasari. Ia bercita-cita Singasari menjadi kerajaan yang besar dengan wilayah kekuasaan yang luas. Kertanegara mencita-citakan wilayah Singasari meliputi seluruh Nusantara. Beberapa daerah akhirnya berhasil ditaklukkan, misalnya Bali, Kalimantan Barat Daya, Maluku, Sunda, dan Pahang.
Pada tahun
1275 M Raja Kertanegara mengirim Ekspedisi Pamalayu di bawah pimpinan
Mahesa Anabrang (Kebo Anabrang). Sasaran dari ekspedisi ini untuk menguasai
Sriwijaya.
Penyebab
runtuhnya Kerajaan Singasari
Runtuhnya
kerajaan Singasari sayangnya terjadi di masa kejayaan kerajaan ini dibawah raja
Kertanegara. Sang raja dan jajarannya yang lebih sibuk melakukan ekspansi di
luar jawa. Sehingga lengah karena adanya pemberontakan oleh Jayakatwang dari
Kediri, salah satu wilayah terdekat kerajaan tersebut. Pemberontakan yang
berupaya membunuh Kertanegara tersebut dibantu oleh Arya Wiraraja dari Madura. Serangan
mereka hanya bisa dimentahkan dari utara, bukan dari selatan. Kertanegara pun
berhasil dibunuh dan berakhirlah Singasari. Jayakatwang pun mendirikan kerajaan
baru di Kediri.
Peninggalan
Kerajaan Singasari
1. Candi
Singasari
2. Candi
Jago
3. Candi Sumberawan
4. Arca Dwarapala
5. Prasasti Manjusri
6. Prasasti Mulamalurung
7. Prasasti Singasari
8. Candi Jawi
9. Prasasti wurare
10. Candi Kidal
11. Candi Songgoriti[10]
5. Majapahit
Raden Wijaya adalah pendiri Kerajaan Majapahit yang bertakhta pada 1293-1309 dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Awalnya, Majapahit berpusat di Mojokerto, Jawa Timur. Pada era Jayanegara (1309-1328), ibukota dipindahkan ke Trowulan. Sejak Girindrawardhana (1456-1466) berkuasa, pusat Majapahit digeser lagi, kali ini ke Kediri. Majapahit mencapai masa jaya pada era Raja Hayam Wuruk atau Rajasanagara (1350-1389) berkat dukungan Mahapatih Gajah Mada. Tahun 1336, saat pengangkatannya menjadi mahapatih pada era Tribhuwana Tunggadewi (ibunda Hayam Wuruk), Gajah Mada mengucapkan Sumpah Amukti Palapa.
Gajah
Mada bersumpah akan menyatukan wilayah-wilayah Nusantara di bawah naungan
Majapahit. Kelak, ikrar ini terwujud. Dikutip dari buku Menuju Puncak
Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit (2005) karya Slamet Muljana, Sumpah
Amukti Palapa telah mengantarkan Majapahit ke gerbang kejayaan untuk
pertamakalinya dalam sejarah. Wilayah kekuasaan Majapahit, tercatat dalam
Nagarakertagama, meliputi Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, hingga Indonesia
bagian timur, termasuk Nusa Tenggara, Sulawesi, hingga sebagian Maluku.
Angkatan Laut Majapahit waktu itu sangat kuat sehingga disebut sebagai Talasokrasi atau Kemaharajaan Bahari. Wafatnya Gajah Mada pada 1364 menjadi salah satu faktor penyebab melemahnya Majapahit. Hayam Wuruk yang sangat menghormati sosok penasihatnya itu tidak menunjuk mahapatih baru. Baginya, Gajah Mada tak tergantikan. Sepeninggal Gajah Mada, Hayam Wuruk limbung. Kejayaan Majapahit goyah. Keruntuhan bahkan kepunahan mulai terlihat.
Sistem pemerintahan Kerajaan Majapahit
Pada masa kepemimpinan Hayam Wuruk, semua sistem pemerintahan serta birokrasi di Kerajaan Majapahit berjalan dengan teratur sesuai dengan yang telah ditentukan. Sistem Birokrasi di Majapahit kala itu antara lain:
1. Raja yang memimpin di kerajaan
masa itu dianggap penjelmaan dewa oleh masyarakat dan mempunyai hak tertinggi
dalam kerajaan.
2. Rakryan Mahamantri Kartini
biasanya akan di jabat oleh putra-putra raja.
3. Dharmadyaksa merupakan pejabat
hukum di pemerintahan kerajaan.
4. Dharmaupattati yaitu pejabat
dibidang keagamaan dalam kerajaan.
Selain
itu pembagian wilayah di dalam Kerajaan Majapahit juga dilakukan dengan teratur
yang disusun oleh Hayam Wuruk. Adapun pembagiannya yaitu:
1. Bhumi, yaitu kerajaan dengan
raja sebagai pemimpinnya.
2. Negara, yaitu setingkat dengan
propinsi dengan pemimpinnya adalah raja atau natha yang juga sering disebut
dengan bhre.
3. Watek, yaitu setingkat dengan
kabupaten yang dipimpin oleh Wiyasa.
4. Kuwu, yaitu setingkat dengan
kelurahan yang pemimpinannya bernama lurah.
5. Wanua, yaitu setingkat dengan
desa yang dipimpin oleh Thani.
6. Kabuyutan, yaitu setingkat
dengan dusun atau tempat-tempat sakral.
Raja-raja Kerajaan Majapahit
1. Raden Wijaya (1293-1309)
Raden Wijaya merupakan pendiri Kerajaan Majapahit dan sekaligus raja pertama Majapahit. Raden Wijaya naik tahta Kerajaan Majapahit dengan diberi gelar Kertarajasa Jayawardhana. Pada masa kepemimpinan Raden Wijaya tersebut merupakan masa awal Kerajaan Majapahit. Raden Wijaya terlihat lebih mengutamakan melakukan konsolidasi serta memperkuat pemerintahan. Hal tersebut perlu dilakukan sebab pada waktu awal tersebut merupakan merupakan transisi dari kerajaan sebelumnya yaitu kerajaan Singasari menuju kerajaan baru yakni Kerajaan Majapahit. Beberapa strategi dilakukan oleh Raden Wijaya untuk memperkuat pemerintahan, misalnya dengan menjadikan Majapahit sebagai pusat pemerintahan. Kemudian memberikan posisi penting terhadap para pengikut setianya, serta menikahi keempat putri Kertanegara (raja Singasari). Raden Wijaya meninggal tahun 1309 dan dimakamkan di Candi Sumberjati atau Candi Simping.
2. Jayanegara (1309-1328)
Jayanegara adalah raja kedua Majapahit. Jayanegara yaitu putra Raden Wijaya tetapi dari selir. Sebab Raden Wijaya tidak mempunyai putra dari permaisuri, maka Jayanegara yang merupakan putra dari selir tersebut yang kemudian menjadi raja Majapahit. Jayanegara memerintah kerajaan Majapahit di usia yang masih sangat muda yaitu usia 15 tahun. Pemerintahan Jayanegara tidak kuat sehingga muncul banyak pemberontakan. Dan pemberontakan tersebut di inisiasi oleh orang-orang di lingkaran Istana Majapahit yang dahulunya adalah orang kepercayaan ayahnya. Pemberontakan tersebut di antaranya pemberontakan Ronggolawe, pemberontakan Lembu Sura, Nambi, serta ada beberapa pemberontakan lainnya.
3. Tribuana Tungga Dewi
(1328-1350)
Raja berikutnya yaitu Tribuana Tungga dewi yaitu adik dari Jayanegara yang merupakan seorang wanita, sebab Jayanegara meninggal dalam keadaan tidak memiliki keturunan. Sebenarnya tahta Jayanegara diberikan kepada Gayatri atau Rajapatni yang tak lain adalah permaisuri Raden Wijaya. Namun karena Gayatri sudah menjadi Bhiksuni, maka diwakilkan kepada putrinya yang bernama Tribuana Tungga dewi. Masa pemerintahan Tribuana Tungga dewi tersebut dapat dikatakan sebagai awal kejayaan Kerajaan Majapahit. Meski masih ada beberapa pemberontakan di dalamnya, tetapi secara umum berhasil ditumpas. Suami Tribuana Tungga dewi yaitu Cakradhara dan menjabat sebagai Bhre Tumapel dengan gelar Kertawardana. Pemerintahan Tribuana Tungga dewi lebih kuat lagi dengan adanya Mahapatih Gajah Mada. Pada masa pemerintahan Tribuana Tungga dewi, Majapahit melakukan perluasan kekuasaan besar-besaran di berbagai daerah di Nusantara.
4. Hayam Wuruk (1350-1389)
Raja Majapahit selanjutnya yaitu Prabu Hayam Wuruk. Prabu Hayam Wuruk merupakan raja yang berhasil membawa masa kejayaan Majapahit. Dengan diawali oleh Tribuana Tungga dewi dalam ekspansi ke berbagai daerah, selanjutnya Hayam Wuruk menyempurnakan dengan tata kelola yang baik. Gelar Hayam Wuruk yaitu Rajasanegara. Salah satu faktor penunjang kesuksesan Hayam Wuruk di dalam memerintah Majapahit yaitu keberadaan para pembantunya yang sangat mumpuni. Sebut saja Mahapatih Gajah Mada, selanjutnya Adityawarman dan juga Mpu Nala. Orang-orang tersebut mempunyai kapasitas yang sangat mumpuni dalam menjalankan sebuah negara dalam mencapai kemajuan. Mpu Nala merupakan sebagai pimpinan armada laut juga sangat mahir dalam menjalankan strategi. Dengan kebesaran Kerajaan Majapahit, maka tak sulit bagi Majapahit untuk menjalin kerjasama dengan beberapa kerajaan tetangga yang disebut dengan Mitrekasatat.
5. Kusumawardani-Wikramawardhana
(1389-1399)
Raja selanjutnya yaitu Kusumawardani atau lebih tepatnya yaitu ratu Majapahit. Kusumawardani dijadikan sebagai ratu di pusat Majapahit sedangkan putra laki-laki dari selir Prabu Hayam Wuruk yaitu Bhre Wirabumi (Minak Jingga) dijadikan sebagai raja kecil di Blambangan. Bhre Wirabumi atau Minak Jingga tersebut menjadi raja di Blambangan tetapi tetap berada di bawah kekuasaan Majapahit atau tetap tunduk kepada Majapahit.
6. Suhita (1399-1429)
Setelah masa pemerintahan Kusumawardani berakhir, kemudian jatuh kepada Suhita yaitu putra dari Wikramawardhana dengan selir. Dari sinilah selanjutnya muncul konflik yang akan membawa kepada keruntuhan Majapahit. Bhre Wirabumi atau Minak Jinggo merasa dirinya lebih berhak atas tahta Kerajaan Majapahit daripada Suhita kemudian terjadi perang saudara yaitu Perang Paregreg (1401-1406). Wirabumi akhirnya dibunuh oleh Damar Wulan. Perang Paregreg tersebut kemudian membuat banyak daerah di bawah kekuasaan Majapahit akhirnya memisahkan diri dan membuat Majapahit semakin terpuruk.
7. Bhre Tumapel (Kertawijaya)- (1447-1451)
8. Rajasawardhana (1451—1453)
9. Purwawisesa (1456-1466)
10.Kartabumi (1466-1478)
Peninggalan Kerajaan Majapahit
1. Candi Tikus
Berada di situs arkeologi Trowulan yaitu di Dukuh Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan Mojokerto Jawa Timur. Dinamai candi tikus sebab saat di temukan nya ada banyak sekali sarang tikus-tikus liar.
2. Candi Brahu
Candi Brahu berada di tempat yang sama dengan Candi tikus, yaitu di kawasan situs arkeologi Trowulan. Candi tersebut dibuat oleh Mpu Sendok yang digunakan untuk pembakaran jenazah para raja Majapahit.
3. Gapura Bajang Ratu
Diperkirakan candi tersebut dibangun pada abad ke 14 M. candi tersebut terletak di Desa Temon Kecamatan Trowulan, Mojokerto Jawa Timur. Di dalam kitab Negarakertagama, disebutkan bahwa candi Bajang Ratu berfungsi sebagai pintu masuk untuk memasuki tempat suci pada saat itu untuk memperingati wafatnya raja Jayanegara.
4. Gapura Wringin Lawang
Sebenarnya Gapura tersebut terbuat dari bata merah setinggi 15,5 meter. Gapura yang berada di Desa Jatipasar, Kecamatan Trowulan, Mojokerto Jawa Timur tersebut bergaya yang hampir mirip dengan Candi Bentar.
5. Candi Jabung
Candi Jabung berada di Desa Jabung Kecamatan Paiton, Probolinggo Jawa Timur. Meskipun hanya terbuat dari susunan batu bata merah, candi tersebut ternyata bisa bertahan cukup lama.[11] B. Kerajaan Bercorak Buddha
1. Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan Buddha yang berdiri di Sumatra pada abad ke-7. Pendirinya adalah Dapunta Hyang. Kerajaan ini pernah menjadi kerajaan terbesar di Nusantara, bahkan mendapat sebutan Kerajaan Nasional I sebab pengaruh kekuasaannya mencakup hampir seluruh Nusantara dan negara-negara di sekitarnya.Wilayahnya meliputi tepian Sungai Musi di Sumatra Selatan sampai ke Selat Malaka (merupakan jalurnperdagangan India – Cina pada saat itu), Selat Sunda, Selat Bangka, Jambi, dan Semenanjung Malaka.
Kerajaan Sriwijaya juga
menjalin kerja sama dengan Perguruan Tinggi Nalanda di India. Kerajaan
Sriwijaya banyak mengrimkan mahasiswanya. Raja Sriwijaya membantu memperbaiki
kuil di Kanton, Cina pada awal abad ke-11. Keruntuhan Sriwijaya disebabkan oleh
serangan dari kerajaan Cola-mandala dari
India Selatan, dari kerajaan Singasari, dan Majapahit. Tahun 1025 ibu kota
Sriwijaya diserbu dan Raja Sanggarma Wijayatunggawarman ditawan musuh. Tahun
1275, Singasari menyerang Sriwijaya. Kerajaan Majapahit juga menyerang
Sriwijaya pada tahun 1377.
Silsilah raja Kerajaan Sriwijaya:
1. Dapunta Hyan Srijayanasa (terdapat dalam
Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 Masehi dan Prasasti Talang Tuwo tahun 684
Masehi)
2. Sri Indrawarman (terdapat dalam Berita
Cina tahun 724 Masehi)
3. Rudrawikrama (terdapat dalam Berita Cina
tahun 728 Masehi)
4. Wishnu (terdapat dalam Prasasti Ligor tahun
775 Masehi)
5. Maharaja (terdapat dalam Berita Arab
tahun 851 Masehi)
6. Balaputera Dewa (terdapat dalam Prasasti
Nalanda tahun 860 Masehi)
7. Sri Udayadityawarman (terdapat dalam
Berita Cina tahun 960 Masehi)
8. Sri Udayaditya (terdapat dalam Berita Cina
tahun 962 Masehi)
9. Sri Sudamaniwarmadewa (terdapat dalam
Prasasti Leiden tahun 1044 Masehi)
10. Marawijayatunggawarman (terdapat dalam
Prasasti Leiden tahun 1044 Masehi)
11. Sri Sanggaramawijayatunggawarman
(terdapat dalam Prasasti Chola tahun 1044 Masehi)
Faktor yang mendorong Sriwijaya muncul
menjadi kerajaan besar:
1.
Letaknya yang sangat strategis di jalur perdagangan.
2. Kemajuan pelayaran dan perdagangan antara
Cina dan India melalui Asia
3. Runtuhnya Kerajaan Funan di Indocina.
Dengan runtuhnya Funan memberikan kesempatan kepada Sriwijaya untuk berkembang
sebagai negara maritim menggantikan Funan.
4. Sriwijaya mempunyai kemampuan untuk
melindungi pelayaran dan perdagangan di
perairan Asia Tenggara dan memaksanya singgah di pelabuhan-pelabuhan.
Berikut ini beberapa prasasti yang
mempunyai hubungan dengan Kerajaan Sriwijaya:
1) Prasasti Kedukan Bukit
Ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat
Palembang yang berangka tahun 605 Saka atau 683 M. Prasasti ini menerangkan
bahwa adanya seorang bernama Dapunta Hyang mengadakan perjalanan suci
(siddhayatra). Dapunta Hyang melakukan perjalanan dengan perahu dari
Minangatamwan bersama tentara 20.000 personil.
2) Prasasti Talang Tuo
Ditemukan di sebelah barat Kota Palembang di
daerah Talang Tuo yang berangka tahun 606 Saka (684 M). Prasasti ini
menyebutkan tentang pembangunan sebuah taman yang disebut Sriksetra. Taman ini
dibuat oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga.
3) Prasasti Telaga Batu
Prasasti Telaga Batu ditemukan di Palembang.
Prasasti ini tidak berangka tahun. Isi prasasti terutama tentang
kutukan-kutukan yang menakutkan bagi mereka yang berbuat kejahatan.
4) Prasasti Kota Kapur
Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau
Bangka. Prasasti ini berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi prasasti terutama
permintaan kepada para dewa untuk menjaga kedatuan Sriwijaya, dan menghukum
setiap orang yang bermaksud jahat.
5) Prasasti Karang Berahi
Prasasti Karang Berahi ditemukan di Jambi.
Prasasti ini berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi Prasasti sama dengan isi
Prasasti Kota Kapur.
Sriwijaya
menjadi pusat studi agama Budha Mahayana di seluruh wilayah Asia Tenggara. Hal
ini dibuktikan bahwa banyak mahasiswa asing yang juga belajar di Sriwijaya.
Mahasiswa yang ingin belajar ke India, biasanya mampir ke Sriwijaya terlebih
dahulu untuk belajar Bahasa Sanskerta.
Terdapat beberapa penyebab kemunduran
Kerajaan Sriwijaya, di antaranya:
a) Perubahan kondisi alam.
b) Mundurnya angkatan laut
c) Beberapa kali Sriwijaya mendapat serangan
dari kerajaan lain.
2. Kerajaan Kalingga
Sejarah kerajaan ini diketahui dari sumber catatan sejarah manuskrip, prasasti, cerita rakyat. Ratu ini dikenal sangat adil dan bijaksana. Karena itu kondisi kerajaan ini sangat tentram dan aman. Hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Seperti akan memotong tangan seseorang yang terbukti sudah mencuri. Rakyatnya dikenal sangat pandai dalam membuat bunga kelapa dan minuman keras. Komoditi kerajaan ini adalah gading gajah, cula badak, kulit penyu, perak dan emas.
Sosok Ratu Shima terkait erat dengan Kerajaan Galuh. Parwati, putri dari Maharani Shima menikah dengan Mandiminyak, putra mahkota dari Kerajaan Galuh. Pangeran ini pun akhirnya naik tahta sebagai raja kedua Kerajaan Galuh. Shima mempunyai cucu yang dikenal sebagai Sanaha. Cucunya ini kemudian menikah dengan Bratasena, sang raja ketiga Kerajaan Galuh. Bratasena dan Sanaha mempunyai keturunan bernama Sanjaya. Kelak Sanjaya menjadi raja Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda. Dia memerintah kerajaan tersebut sejak 723 hingga 732 Masehi. Ketika Ratu Shima meninggal dunia pada 732 Masehi, Ratu Sanjaya diangkat sebagai penggantinya. Sehingga dia memerintah Kerajaan Kalingga Utara. Kelak kerajaan ini dikenal sebagai Bumi Mataram. Selanjutnya terbentuklah Dinasti atau Wangsa Sanjaya di kawasan Kerajaan Mataram Kuno.
Masa Kejayaan Kerajaan Kalingga
Masa kejayaan Kerajaan Kalingga terjadi kala dipimpin oleh Ratu Shima sejak 674 hingga 732 Masehi. Kejujuran dan keadilan sangat di junjung tinggi. Dengan penerapan hukum yang sangat tegas, seperti memotong tangan bagi siapa saja yang terbukti mencuri. Kawasan ini dikenal sangat subur, sehingga rakyatnya banyak mengandalkan dunia pertanian sebagai mata pencahariannya. Bahkan perdagangan hasil buminya sampai ke negeri Tiongkok.
Masa Runtuhnya
Kerajaan Kalingga
Sejak Ratu Shima meninggal dunia dan tahtanya dimiliki keturunannya, mulailah terjadi tanda-tanda kehancuran. Puncaknya kala terjadi serangan dari Kerajaan Sriwijaya. Jalur perniagaannya direbut, dan rakyat Kalingga harus mengungsi ke pedalaman Pulau Jawa.[12] C. Kerajaan Bercorak Hindu-Buddha
1. Kerajaan Mataram Kuno Mataram Kuno (Mataram Hindu) adalah sebutan untuk 2 dinasti yaitu Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berdiri sejak awal abad ke-8 di Jawa Tengah. Akan tetapi, pada abad ke-10 pusat kerajaan Mataram Kuno pindah ke Jawa Timur. Tahun berdirinya Tahun 732 M. Kerajaan Mataram Kuno bermula sejak pemerintahan Raja Sanjaya. Sedangkan Dinasti Syailendra bercorak Budha Mahayana didirikan oleh Bhanu tahun 752 M.
Dinasti
Syailendra yang bercorak Buddha berpusat di Jawa Tengah bagian selatan,
sedangkan Dinasti Sanjaya yang bercorak Hindu berpusat di Jawa Tengah bagian
utara.
Masa kejayaan Kerajaan
Mataram Kuno:
1. Wangsa Sanjaya atau Dinasti Sanjaya
Kejayaan dari Kerajaan Mataram Kuno memang telah nampak dari awal. Semua berkat jiwa dari kepemimpinan Sanjaya yang memang sangat layak untuk disebut sebagai Raja. Sanjaya bukan hanya menginginkan tahta semata, ia juga memahami betul kitab suci yang dianutnya karena ia merupakan seorang penganut Hindu Syiwa yang sangat taat. Selama ia menjabat, Kerajaan Mataram Kuno memiliki komoditi pertanian berupa olahan padi sebagai pemenuh kebutuhan masyarakat luar dan dalam kerajaan. Dan istimewanya, Sanjaya tidak pernah menunggu para Brahmana untuk menyuruh membangun pura sebagai tempat suci peribadahan orang Hindu.
2. Rakai Panangkaran
Rakai Panangkaran berhasil menaklukan raja-raja kecil yang menjabat di daerah Mataram Kuno dan juga menggantikan tahta Ratu Sanjaya di kerajaan Mataram Kuno. Dalam pemerintahaannya, kaum agama hindu bertempat tinggal diwilayah mataram utara, sedangkan kaum agama hindu lebih nyaman menempati wilayah Jawa Tengah sebelah selatan. Perbedaan tempat tersebut bertujuan agar kedua agama tersebut dapat hidup secara berdampingan, menjalankan ibadahnya masing-masing, serta berinteraksi dengan orang-orang yang sama. Karena Rakai Panangkaran percaya jika iman akan semakin kuat jika sering bergaul dengan orang yang seagama. Namun lepas dari urusan agama, penduduk dari Mataram Kuno tetap menjalin hubungan dagang dan juga pekerjaan lain dengan baik. Rakai Panangkaran merubah agamanya sendiri menjadi Buddha Mahayana sejak saat itu juga ia mendirikan wangsa baru yang diberi nama Syailendra dan dengan hal itu pula berarti ada wangsa kedua yang menguasai kerajaan Mataram Kuno. Rakai Panangkaran sangat dikenal karena memiliki jiwa pemberani yang sangat mencolok. Yang unik di masa pemerintahan Rakai Panangkaran ialah para penganut agama Hindu dan Budha saling berdampingan dengan hidup yang aman dan nyaman. Penganut Hindu mendirikan candi Dieng dan Gedong Songo yang sekarang menjadi candi peninggalan hindu. Serta Mendut, Prambanan dan Borobudur di bagian selatan Mataram Kuno yang kini juga menjadi candi peninggalan Budha. Pada perkembangannya kedua wangsa tersebuet memang sempat berkelahi. Permasalahannya tak jauh dari urusan kekuasaan raja. Namun perseteruan tersebut diatasi dengan keberanian Rakai Pikatan dari wangsa Sanjaya yang menganut agama Hindu untuk menikahi Pramodhawardhani sang putri dari Samarattungga yang memulai pembangunan Borobudur dari Dinasti Syailendra. Akhirnya kedua wangsa dan agama tersebut kembali duduk di istana kerajaan dan berbaikan. Kerajaan Mataram Kuno terus bekembang maju sampai kekuasaannya jatuh ke tangan Dyah Balitung. Ia merupakan raja yang mampu mempersatukan Jawa di bawah tundukan satu kerajaan, bahkan kekuasannya mampu menyentuh hingga ke pulau Bali.
Raja Kerajaan Mataram
Kuno:
Kemunduran kerajaan
Mataram Kuno
Kemunduran kerajaan Mataram Kuno disebabkan karena kedudukan ibu kota kerajaan yang semakin lama semakin lemah dan tidak menguntungkan. Hal ini disebabkan oleh:
1) Tidak memiliki pelabuhan laut sehingga sulit berhubungan dengan dunia
luar.
2) Sering dilanda bencana alam oleh letusan Gunung Merapi.
3) Mendapat ancaman serangan dari kerajaan Sriwijaya oleh karena itu pada
tahun 929 M, Ibukota Mataram Kuno dipindahkan ke Jawa Timur (dibagian hilir
Sungai Brantas).
[1] Taufik Abdullah (ed), Indonesia dalam Arus Sejarah: Faktaneka dan Indeks, (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2009), hlm. 10.
[2] Taufik Abdullah (ed), Indonesia dalam Arus Sejarah: Kerajaan Hindu-Buddha, (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2009), hlm. 42. [3] Wardaya, Cakrawala Sejarah, (Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2009), hlm. 21. [4] “Kerajaan Kutai”, https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Kutai, (diakses pada 2 Desember 2019). [5] Ahmad, Kerajaan Kutai: Sejarah, Raja, Sistem Pemerintahan, Peninggalan, https://www.yuksinau.id/kerajaan-kutai/ (diakses pada 18 November 2019) [6] Suwardono, Sejarah Indonesia Masa Hindu-Buddha, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2017), hlm. 22-23. [7] Tiyas, Kerajaan Tarumanegara, https://www.yuksinau.id/kerajaan-tarumanegara/, (Diakses pada 18 November 2019). [8] Guru Pendidikan, Kerajaan Tarumanegara : Sejarah, Kepercayaan, Kehidupan, Raja, Silsilah, Peninggalan & Keruntuhannya Lengkap, https://seputarilmu.com/2019/02/kerajaan-tarumanegara.html, (Diakses pada 18 November 2019). [9] Ahmad, Kerajaan Kediri, https://www.yuksinau.id/kerajaan-kediri/, (Diakses pada 18 November 2019). [10] Ahmad, Kerajaan Singasari: Sejarah, Silsilah, Politik, Peninggalan, https://www.yuksinau.id/kerajaan-singasari/, (Diakses pada 18 November 2019). [11] Arifin Saddoen, Kerajaan Majapahit, Sejarah, Sistem Pemerintahan Dan Peninggalannya, https://moondoggiesmusic.com/kerajaan-majapahit/, (Diakses pada 18 November 2019). [12] Salamadian, KERAJAAN KALINGGA : Letak, Sejarah, Silsilah, & Peninggalan Kerajaan Holing, https://salamadian.com/kerajaan-kalingga-holing/, (diakses pada 2 Desember 2019). [13] Ahmad, Kerajaan Mataram Kuno: Sejarah, Raja, Kehidupan Politik, Peninggalan, https://www.yuksinau.id/kerajaan-mataram-kuno/, (Diakses pada 18 November 2019). |