Laporan Observasi Hindu dan Buddha

Laporan Observasi ke Vihara Karunajala dan Pura Agung Wira Satya Buana

Observasi lapangan yang dilakukan kelompok kami dilakukan pada tanggal 12 dan 19 Oktober 2019.

Observasi Hindu dan Buddha
Laporan Observasi ke Vihara Karunajala dan Pura Agung Wira Satya Buana.
Observasi lapangan yang dilakukan kelompok kami dilakukan pada tanggal 12 dan 19 Oktober 2019

Observasi ini berfokus pada komunitas serta tempat ibadah umat Hindu Budha di Indonesia, kami melakukan observasi pada Vihara Karunajala dan Pura Agung Wira Satya Buana yang perinciannya akan dijelaskan dibawah ini :

1. Vihara Karunajala
Vihara Karunajala ini bertepat di Jalan Pasar Lama, Serpong, Tangerang Selatan, vihara ini juga dikenal dengan kelenteng Boen Hay Bio. Kelenteng ini merupakan salah satu dari tiga kelenteng tertua di wilayah Tangerang. Vihara dan Kelenteng ini dibangun pada tahun 1964 sebagai tempat ibadah umat Budha serta Konghucu.

Kelenteng Boen Hay Bio

Pada gerbang utama akan terlihat corak dari Tionghoa dan juga tempat ibadah umat Konghucu yaitu kelenteng Boen Hay Bio, sedangkan letak dari Vihara Karunajala sendiri ada di lantai atas yang dimana letaknya tergabung dalam tempat peribadatan. Hal inilah yang membuat menarik dari tempat ibadah ini.

Kami datang kesana tepat dengan ibadah minggu anak-anak beserta dengan para guru nya, Kami juga sempat menemui pengurus vihara tersebut untuk berbicara serta meminta izin untuk melakukan wawancara dan observasi di Vihara Karunajala, tetapi kami belum bisa bertemu dengan bikkhu dan biksu dikarenakan mereka sedang berhalangan. Dan kami pun akhirnya mewawancarai guru yang sedang mengajar ibadah minggu anak-anak.

Kami melakukan wawancara selama 10 menit dengan Lala dan Lili sebagai anak muda yang mengajar di sekolah minggu anak-anak. Kami memberikan pertanyaan seperti kegiatan sehari-hari di vihara, perbedaan vihara ini dengan yang lain, sejarah vihara, serta interaksi dengan masyarakat setempat.

Yang pertama adalah kegiatan sehari-hari, mengenai ibadah harian di vihara ini yaitu ada di hari Rabu yang merupakan ibadah umum, kemudian pada hari Sabtu yaitu ibadah untuk muda-mudi, dan yang terakhir adalah ibadah minggu dan juga sekolah minggu, rangkaian ibadahnya  adalah bersujud kepada sang Buddha, dilanjutkan dengan membaca Parita, kemudian bermeditasi dan yang terakhir melakukan Dana (bersedekah).

Yang kedua mengenai perbedaan vihara dengan vihara yang lain adalah vihara ini menganut aliran Theravada, serta pembacaan Parita yang berbeda isi nya sama tetapi cara pembacaan serta nada nya yang berbeda, serta kami sempat menanyakan alasan Kelenteng dan Vihara ini bergabung ternyata ini erat kaitannya dengan kebudayaan mereka yang masih satu yaitu kebudayaan Tiongkok serta masa orde baru yang memengaruhi agama Konghucu tidak berkembang dan mengakibatkan pemeluknya berafilisasi dengan agama Buddha, kemudian pada era reformasi agama Konghucu kembali diakui.

Dan yang terakhir adalah mengenai interaksi dengan masyarakat setempat mereka berpendapat bahwa kebetulan daerah ini termasuk komplek Tionghoa yang mayoritas masyarakat nya memeluk agama Buddha dan konghucu, warga sekitar juga sering datang ke komplek tersebut ketika ada hari raya seperti imlek untuk melihat-lihat dan sebagai ajang rekreasi, dan mereka juga dalam pergaulan sehari-hari dengan masyarakat sangatlah baik, dan mencermikan Bhinneka Tunggal Ika.

Video Observasi Vihara: https://youtu.be/v1c3xhARoMs

2. Pura Agung Wira Satya Buana
Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke daerah Tanah Abang dimana disitu terdapat pura yang berada dalam komplek paspampres yang bernama Pura Agung Wira Satya Buana. Kami datang setelah berkunjung ke wawancara di vihara, tetapi kami belum bisa ketemu pandita di pura tersebut dikarenakan sedang ada perayaan Purnama.

Pura Agung Wira Satya Buana

Kemudian kami datang lagi ketempat itu seminggu kemudian, dan akhirnya kami mendapatkan izin serta dapat mewawancarai pandita dan wakil pandita setempat. Pura Agung Wira Satya Buana didirikan 18 Februari 1992, pura ini ada dikarenakan umat hindu yang berada di lingkungan paspampres berkeinginan untuk membuat tempat ibadah. Pura ini merupakan pusat Suke Dukhe Jakarta Pusat, dan atas pengawasan Suke Dukhe DKI Jakarta.

Pura ini juga menerima berbagai aliran agama Hindu untuk beribadah di Pura tersebut. Mereka tidak memfokuskan terhadap satu aliran justru menampung semuanya dalam satu tempat peribadatan.
Mengenai ibadah, umat hindu dibagi menjadi ibadah harian dan ibadah khusus. Ibadah harian itu mencangkup Tri Sandya (tiga waktu) yaitu pada waktu pagi, siang, dan juga sore.

Kemudian ada ibadah khusus, seperti Purnama yang dilakukan 15 hari sekali dan juga 15 hari lagi dilanjutkan dengan Tilem, peribadatan ini untuk menghormati Sang Hyang Widhi yang telah memberikan pencerahan dan kegelapan pada malam hari. Terus ada lagi Odalan atau Teodalan merupakan ibadah untuk memperingati berdirinya pura tersebut. Kemudian ada juga hari raya besar agama Hindu seperti hari raya galungan, hari raya kuningan, hari raya saraswati, hari raya silawatri, hari raya pagarwesi, dan juga hari raya nyepi.

Dan interaksi dengan masyarakat sekitar khususnya yang berada di area kompleks paspampres dan juga umumnya masyarakat, hubungannya cukup baik sekali serta sangat antusias dalam segala peribadatan. Kadang juga suka membantu hal seperti parkir, kegiatan sosial serta pengurusan surat izin dan surat izin keramaian. Dapat bisa dibilang kehidupan beragamanya sangat rukun.

Kami juga diajak untuk melakukan bersuci dalam agama hindu yang disebut dengan Wangsuhpada dan kita juga melihat-lihat bagian dari pura sendiri, yaitu ada:
  1. Nista Mandala: Merupakan zona terluar yang merupakan pintu masuk pura dari luar lingkungan. Zona ini biasanya berupa taman atau lapangan, bisa digunakan untuk pentas tari atau persiapan upacara keagamaan
  2. Madya Mandala: Merupakan zona tengah dimana umat beraktivitas dan fasilitas pendukung. Pada zona ini terdapat Bale Kul-kul, Bale Gong, Wantilan, Bale Pesandekan, dan Perantenan
  3. Utama Mandala: Merupakan zona paling dalam, dan merupakan tempat paling suci di pura. Untuk masuk tempat ini umat harus melalui Kori Agung atau Candi Kurung dengan 3 pintu. Pintu utama terletak ditengah, sedangkan dua pintu lainnya mengapit pintu utama. Di zona ini terdapat Padmasana, Pelinggih, Meru, Bale Piyasan, Bale Pepelik, Bale Panggungan, Bale Pawedan, Bale Murda, dan Gedong Penyimpenan.
Video Observasi Vihara: https://youtu.be/jdE21WJcMyA

Sekian laporan observasi dari kelompok 1 kurang lebihnya mohon maaf, Om Swastiastu, Namo Budaya

Wassalamu'alaikum Wr. Wb

0 comments:

Post a Comment