Kebudayaan Hindu-Buddha dari India dengan Kebudayaan Indonesia Asli

Kehidupan Politik Kerajaan Tarumanegara
Kehidupan Politik Kerajaan Tarumanegara (Sumber : https://moondoggiesmusic.com/kerajaan-tarumanegara/)
1.Organisasi Sosial Kemasyarakatan
Wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan dapat dilihat dalam organisasi politik, yaitu sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia setelah masuknya pengaruh India. Dengan adanya pengaruh kebudayaan India tersebut maka sIstem pemerintah yang berkembang di Indonesia adalah bentuk kerajaan yang diperintah oleh seorang raja secara turun-temurun

Raja di Indonesia ada yang dipuja sebagai dewa atau dianggap keturunan dewa keramat sehingga rakyat sangat memuja raja tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya raja-raja yang memerintah singasari, seperti kertanegara diwujudkan sebagai Bairawa, dan Raden Wijaya Raja Majapahit diwujudkan sebagai Harihara (Dewa Syiwa dan Wisnu jadi satu).

Pemerintahan seorang raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan turun-temurun seperti di India dan ada juga yang menerapkan prinsip musyawarah. Prinsip musyawarah diterapkan terutama apabila raja tidak mempunyai  putra mahkota seperti yang terjadi di kerajaan majapahit, pada waktu pengangkatan Wikramawardana.

Wujud akulturasi disamping terlihat alam sistem pemerintahan juga terlihat dalam sistem kemasyarakatan, yaitu pembagian lapisan masyarakat berdasarkan sistem kasta.
Sistem kasta menurut kepercayaan hindu terdiri atas kasta Brahmana (golongan pendeta), kasta Kesatria (golongan prajurit dan bangsawan), kasta Waisya (golongan pedagang), dan kasta Sudra (golongan rakyat jelata).

Kasta-kasta tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat Hindu Indonesia, tetapi tidak sama persis dengan kasta-kasta yang ada di India. Hal itu dikarenakan kasta India benar-benar diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, sedangkan di Indonesia tidak demikian. Di Indonesia kasta hanya diterapkan untuk upacara keagamaan.[1]

2.Sistem Pemerintahan
Setelah datangnya pengaruh India di Kepulauan Indonesia, dikenal adanya sistem pemerintahan secara sederhana. Pemerintahan yang dimaksud adalah semacam pemerintah di suatu desa atau daerah tertentu. Rakyat mengangkat seorang pemimpin atau semacam kepala suku.
Orang yang dipilih sebagai pemimpin biasanya orang yang sudah tua (senior), arif, dapat membimbing, memiliki kelebihan-kelebihan tertentu termasuk dalam bidang ekonomi, berwibawa, serta memiliki semacam kekuatan gaib (kesaktian).

Setelah pengaruh India masuk, maka pemimpin tadi diubah menjadi raja dan wilayahnya disebut kerajaan. Hal ini secara jelas terjadi di Kutai. Salah satu bukti akulturasi dalam bidang pemerintahan, misalnya seorang raja harus berwibawa dan dipandang memiliki kekuatan gaib seperti pada pemimpin masa sebelum Hindu-Buddha. Karena raja memiliki kekuatan gaib, maka oleh rakyat raja dipandang dekat dengan dewa. Raja kemudian disembah, dan kalau sudah
meninggal, rohnya dipuja-puja.[2]

3.Sistem Filsafat
Akulturasi filsafat Hindu Indonesia menimbulkan filsafat Hindu Jawa. Misalnya, tempat yang makin tinggi makin suci sebab merupakan tempat bersemayam para dewa. Itulah sebabnya raja-raja Jawa (Surakarta dan Yogyakarta) setelah meninggal dimakamkan di tempat-tempat yang tinggi, seperti Giri Bangun, Giri Layu (Surakarta), dan Imogiri (Yogyakarta).

4.Religi/Kepercayaan
Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum agama Hindu-Buddha masuk ke Indonesia adalah kepercayaan yang berdasarkan pada animisme dan dinamisme. Dengan masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia, masyarakat Indonesia mulai menganut atau mempercayai agama –agama tersebut.

Agama Hindu dan Buddha yang berkembang di Indonesia sudah mengalami perpaduan dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, atau dengan kata lain mengalami sinkritisme (bagian dari proses akulturasi yang berarti perpaduan dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu). Itu sebabnya agama Hindu dan Buddha yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu –Buddha yang dianut oleh masyarakat India.

Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Buddha yang ada di Indonesia. Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, ternyata upacara tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di India.
Narasimha
Lukisan Narasimha


1. Catur Yoga
https://drive.google.com/file/d/0B_KguqdxvgQZLWFPNGxIZzMzWGc/view

Catur berarti empat. Yoga secara literal berarti “upaya penyatuan”. Yang dimaksud dengan upaya penyatuan tidak lain adalah tujuan hidup tertinggi kita, yaitu Moksha, pembebasan Atma dari siklus samsara dan penyatuan kosmik dengan seluruh keberadaan. Catur Yoga adalah empat intisari utama sadhana dharma. Catur Yoga adalah intisari dari semua praktek pelaksanaan dharma. Catur Yoga  menjadi sumber keselamatan dan penerangan bagi kita dalam kehidupan dan kematian, juga menjadi pintu gerbang untuk memasuki dunia spiritual yang mendalam. Kalau empat sadhana inti ini sudah mulai kita laksanakan dalam keseharian, efek yang dicapai paling cepat adalah seluruh aspek hidup kita akan bergerak menjadi lebih tenang, damai dan bahagia.

Berbagai praktek spiritual serta tehnik dan metode yoga itu penting dan menentukan dalam proses peningkatan kesadaran kita. Tapi apapun praktek spiritual serta tehnik dan metode yoga yang kita gunakan sebagai kendaraan, semuanya adalah wahana yang membantu percepatan peningkatan kesadaran, yang pasti dan mutlak bermuara kepada Catur Yoga, karena Catur Yoga merupakan empat intisari utama dari jalan kesadaran sempurna.

Catur Yoga tersebut adalah :
1. Jnana Yoga
Intisari dari tujuannya adalah mencapai Advaita-Citta (pikiran yang bebas dari dualitas).
2. Bhakti Yoga
Intisari dari tujuannya adalah mencapai Dayadvham (hati yang penuh belas
kasih kepada semua mahluk).
3. Raja Yoga
Intisari dari tujuannya adalah mencapai Citta-Suddhi (pikiran yang bebas dari cengkeraman enam kegelapan pikiran).
4. Karma Yoga
Intisari dari tujuannya adalah melaksanakan Svadharma (tugas-tugas kehidupan).
Ke-empat intisari sadhana ini saling berkait-kaitan erat dan semuanya saling menyempurnakan satu sama lain.

2. TRI PRAMANA : Menyatukan Ajaran Suci Dharma Dengan Kesadaran
https://drive.google.com/file/d/0B_KguqdxvgQZUnU5bU1JQkt4a0U/view

Tahap-tahap perjalanan spiritual dharma sebagai perjalanan untuk menyatukan ajaran suci dharma dengan kesadaran, untuk mencapai kedamaian sejati di dalam diri [manah shanti], untuk mencapai sumber terdalam dari pengetahuan, kebijaksanaan dan kesadaran tertinggi yaitu kesadaran Atma (Atma Jnana), serta untuk terbebaskan dari siklus samsara, di dalam ajaran suci dharma disebut dengan Tri Pramana. Yaitu :
1. Agama Pramana : Tahap teori.
Tahap memahami ajaran dharma melalui kepintaran secara logika.
2. Anumana Pramana : Tahap praktek.
Tahap memahami ajaran dharma melalui melaksanakan.
3. Pratyaksa Pramana : Tahap hasil.
Tahap memahami ajaran dharma melalui mengalami sendiri secara langsung.

3.  Perkembangan Hindu dan Budha Indonesia
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjsvqfdhq7fAhXDgI8KHZhUC0wQFjAAegQIChAC&url=http%3A%2F%2Fstaffnew.uny.ac.id%2Fupload%2F132319840%2Fpendidikan%2Fsejarah-indonesia-hindu-budha.pdf&usg=AOvVaw3wpSrUcdtYyh2l8tL6fVvX

Sejak ribuan tahun sebelum Masehi, di India telah berkembang kebudayaan besar di Lembah Sungai Indus. Dua pusat kebudayaan di daerah tersebut adalah ditemukannya dua kota kuno yakni di Mohenjodaro dan Harappa. Pengembang dua pusat kebudayaan tersebut adalah bangsa Dravida. Pada sekitar tahun 1500 SM, datanglah bangsa Arya dari Asia Tengah ke Lembah Sungai Indus.Bangsa Arya datang ke India dengan membawa pengaruh tulisan, bahasa, teknologi, dan juga kepercayaan. Kepercayaan bangsa Arya yang dibawa adalah Veda (Weda) yang setelah sampai di India melahirkan agama Hindu. Lahirnya agama Hindu ini merupakan bentuk percampuran kepercayaan antara bangsa Arya dengan bangsa Dravida.

Sedangkan agama Budha muncul sekitar tahun 500 SM. Pada masa tersebut di India berkembang kerajaan-kerajaan Hindu yang sangat besar, salah satunya dinasti Maurya. Dinasti ini mempunyai raja yang sangat terkenal yakni Raja Ashoka Kemunculan agama Budhha tidak dapat dilepaskan dari tokoh Sidharta Gautama. Sidharta adalah putra raja Suddhodana dari Kerajaan Kapilawastu. Ajaran Budhha memang diajarkan oleh Sidhrata Gautama, sehingga beliau lebih dikenal dengan Budhha Gautama.
   
4. Prahlada Maharaj
https://drive.google.com/file/d/1I2Aw1u7VctQviZDv1KhQigKhA-tO_tmi/view

Prahlada adalah nama seorang tokoh, putera Hiranyakasipu dan Kayadu. Ia dididik oleh Resi Narada sehingga menjadi pemuja Wisnu yang setia. Ayah Prahlada, yaitu Hiranyakasipu, amat membenci Dewa Wisnu karena saudaranya dibunuh oleh seorang awatara Wisnu, yaitu Waraha. Karena kebenciannya yang dalam, ia juga melarang semua orang memuja Wisnu maupun menyebut nama Wisnu.

Berbeda dengan ayahnya, Prahlada adalah seorang pemuja Wisnu yang taat. Sikap yang kontras tersebut membuat Hiranyakasipu sangat marah. Kemudian ia merencanakan berbagai upaya untuk melenyapkan Prahlada. Namun berbagai upaya yang dijalankannya selalu gagal karena Prahlada berada dalam perlindungan Wisnu. Akhirnya Narasinga datang saat Hiranyakasipu menghancurkan pilar rumahnya. Narasinga merobek perut Hiranyaksipu sampai tewas. Setelah ayahnya tewas, Prahlada diangkat menjadi raja.

5. Tri Kaya Parisudha
https://drive.google.com/file/d/1W2DFIMy-U6gsvpMyCLkg7MFRdi9O8Xi2/view?usp=sharing

Tri berarti “tiga”, Kaya berarti “kegiatan” dan Parisudha berarti "upaya penyucian”. Secara literal Tri Kaya Parisudha berarti upaya penyucian tiga kegiatan. Tiga kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan pikiran, perkataan dan perbuatan kita. Tri Kaya Parisudha terdiri dari Manacika (pikiran yang baik), Wacika (perkataan yang baik) dan Kayik (perbuatan yang baik). Dalam tradisi Hindu Dharma di Nusantara, Tri Kaya Parisudha merupakan praktek spiritual persiapan, praktek spiritual pendahuluan, praktek spiritual dasar, atau disiplin spiritual dasar. Tri Kaya Parisudha merupakan praktek spiritual pembuka yang harus dilaksanakan setiap sadhaka (praktisi spiritual), sebelum para sadhaka memasuki samudera praktek spiritual yang sangat luas. Dengan tujuan agar praktek spiritual lanjutan yang dilakukan kemudian, menjadi terjaga dengan baik, tidak salah arah, tidak tersesat dan tidak berbahaya.

Tri Kaya Parisudha merupakan praktek spiritual paling inti dari seluruh praktek spiritual. Tri kaya Prisudha adalah praktek spiritual yang lengkap dan mencukupi, yang dapat mengantarkan seorang sadhaka (praktisi spiritual) secara langsung menuju pencapaian Atma Jnana atau pencerahan
Kesadaran Atma.

Video Tentang Hindu dan Buddha

Dibawah ini adalah contoh dari ibadah agama Hindu dan Buddha yang sampai sekarang masih dilakukan oleh pemeluknya.

Borobudur Monks
Borobudur Monks (Source: https://en.wikipedia.org/wiki/Buddhism_in_Indonesia)

1. Tradisi Unik Upacara Metatah di Bali Metatah
https://www.youtube.com/watch?v=MgCW39pvae4

Tradisi Metatah ini dilaksanakan oleh kaum Hindu di Bali. Pelaksanaannya telah dilakukan secara turun temurun. Tradisi Metatah Bali adalah sebuah tradisi potong gigi namun tidak dipotong hingga habis, melainkan dikikir agar rapi. Tradisi potong gigi ini juga selain dikenal dengan sebutan Metatah, juga biasanya dikenal dengan sebutan Mepandes atau Mesanggih.

Tradisi Metatah ini akan dilaksanakan oleh pria maupun wanita. Biasanya tradisi ini akan dijalankan bagi wanita setelah mendapatkan menstruasi pertama, bagi pria dapat dilakukan setelah mengalami perubahan suara. Tradisi Metatah memerlukan biaya yang tidak sedikit. Tujuan sesungguhnya dari tradisi Metatah adalah untuk menghilangkan segala keburukan pada diri.

2. Upacara Ngaben agung di Bali (Balinese Cremation Ceremony)
https://www.youtube.com/watch?v=rBbHEe9K9Lc

Upacara Ngaben adalah upacara pembakaran mayat atau kremasi umat Hindu Bali. Ritual Ngaben diselenggarakan dengan meriah bersama ratusan hingga ribuan orang baik penduduk setempat maupun saudara.

Upacara Ngaben dilakukan oleh keluarga orang yang meninggal, sebagai wujud rasa hormat seorang anak terhadap orang tuanya. Makna upacara Ngaben adalah untuk mengembalikan roh leluhur (orang yang sudah meninggal) ke tempat asalnya.Upacara Ngaben dilakukan dengan semarak, tidak ada isak tangis, karena akan menghambat perjalanan sang arwah menuju tempatnya. upacara Ngaben membutuhkan biaya yang tidak sedikit pula.

3. Tata Cara Pernikahan Buddhis
https://www.youtube.com/watch?v=JzZouum5fmI

Tata cara pernikahan Buddhis dimulai dari sambutan para Pandita, kemudian orang tua/wali mempelai memasuki ruang bakti sala, persembahan lilin, air, bunga, buah, dan dupa, kedua mempelai memasuki ruangan baktisala, kemudian kedua mempelai bersujud kepada Budha,Dhamma dan Sangha, hingga rangkaian terakhir adalah Pandita memimpin pembacaan paritta penutupan Acara pemberkatan perkawinan. 

4. Umat Budha Gelar Ritual Ulambana
https://www.youtube.com/watch?v=ZUxtns9SW_Q

Ritual Ulambana atau Upacara Pattidana adalah untuk orang mati yang dipersembahkan untuk leluhur mereka. Berbagai sesajian dipersiapkan untuk menggelar ritual mulai dari uang, baju, buah-buahan, serta replika kapal. Setelah menggelar doa sesajian kemudian diperciki dengan air suci dan dibakar.

Ritual Ulambana ini digelar satu tahun sekali setiap bulan purnama pada penanggalan Imlek. Bagi umat Buddha pertengahan bulan purnama merupakan hari suci sehingga saat yang tepat untuk mendoakan para leluhur agar mendapat tempat yang baik di akhirat.

5. Ini Makna Canang dalam Upacara Agama Hindu di Bali
https://www.youtube.com/watch?v=Lplub4l2ZwY

Dalam setiap upacara agama Hindu di pulau Bali pasti selalu ada Canang Sari yang merupakan bagian terpenting dalam sebuah sajen upacara agama Hindu.Canang sebagai persembahan bagi Sang Hyang Widhi. Canang terdiri dari berbagai isi yakni bunga, porosan, irisan tebu dan irisan pisang.

Daun kelapa digunakan sebagai wadahnya. Dan tidak sembarangan membuat Canang, karena urutannya telah ditetapkan. Simbol yang terkandung di dalam Canang Sari ini adalah simbol-simbol kekuasaan Tuhan itu sendiri.
Seni Rupa Peninggalan Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia

Seni pahat berkembang pda bangunan candi berupa pahatan relief candi atau dalam  bentuk pahatan patung di candi. tema-tema seni pahat yang dihasilkan pada masa Hindu-Buddha sesuai dengan agama yang berkembang pada masa itu.
Relief Siddharta Gautama
Gambar 1: Relief Siddharta Gautama (Sumber: https://jefrilubis.wordpress.com/2016/10/23/sejarah-2015-a/)
Walaupun demikian dalam seni ukir pada candi disisipi ukiran-ukiran asli Indonesia, seperti rumah panggung, perahu bercadik dan hewan-hewan asli indonesia. Motif ukiran yang sering digunakan adalah sulur-suluran, daun-daunan, medalion, dan bunga teratai.

Masuknya pengaruh India juga membawa perkembangan dalam bidang seni rupa, seni pahat, dan seni ukir. Hal ini dapat dilihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada bagian dinding-dinding candi. Misalnya, relief yang dipahatkan pada dinding-dinding pagar langkan di Candi Borobudur yang berupa pahatan riwayat Sang Buddha. Di sekitar Sang Buddha terdapat lingkungan alam Indonesia seperti rumah panggung dan burung merpati.
Gambar 2: Relief Buaya dan Kera (Sumber: https://histori.id/akulturasi-kebudayaan-nusantara-dan-hindu-buddha/)
Pada relief kala makara pada candi dibuat sangat indah. Hiasan relief kala makara, dasarnya adalah motif binatang dan tumbuh-tumbuhan. Hal semacam ini sudah dikenal sejak masa sebelum Hindu. Binatang-binatang itu dipandang suci, maka sering diabadikan dengan cara di lukis.[1]

Bentuk peninggalan seni rupa bercorak Hindu- Buddha di Indonesia terdiri atas relief dan arca.
1. Relief
Relief adalah hasil seni pahat berupa hiasan-hiasan pengisi dinding candi yang melukiskan cerita. Relief dipahatkan pada kaki candi, tubuh candi, atau atap candi. Misalnya, relief perjalanan hidup Siddharta Buddha Gautama pada Candi Borobudur dan relief Ramayana pada dinding Candi Prambanan.
Kitab Ramayana Relief Ramayana di Prambanan
Gambar 3: Relief Candi Prambanan yang melukiskan cerita dari Kitab Ramayana (Sumber: https://wayangku.id/kitab-ramayana-relief-ramayana-di-prambanan/)

Relief Candi Borobudur
Gambar 4: Relief Perjalanan Hidup Siddharta Gautama (Sumber: https://candi1001.blogspot.com/2013/07/relief-candi-borobudur-yogyakarta.html)

2. Arca
Arca adalah patung yang dipahat sedemikian rupa sehingga membentuk bentuk tertentu. Setiap arca memiliki tanda sendiri untuk membedakan dewa yang satu dengan yang lain. Misalnya, arca Dwarapala di Candi Singhasari, arca Airlangga dalam wujud Dewa Wisnu, arca Siddharta Gautama, dan arca Ken Dedes dalam wujud Prajnaparamita.[3]
Arca Dwarapala
Gambar 5 : Arca Dwarapala di Candi Singhasari (Sumber: https://situskerajaansingosari.weebly.com/arca-dwarapala.html)
Arca Airlangga
Gambar 6: Arca Airlangga dalam bentuk Dewa Wisnu (https://phdi.or.id/artikel/airlangga-dari-bali-ke-jawa)


Stupa Borobudur
Gambar 7: Arca Siddharta Gautama (Sumber: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Berkas:Stupa_Borobudur.jpg)
Arca Ken Dedes
Gambar 8: Arca Ken Dedes (Sumber: http://www.nasionalisme.co/kemaluan-ken-dedes-bersinar-tanda-pelahir-raja-raja/)
 Seni Sastra

Pada masa Majapahit, kesusastraan dibagi berdasarkan bahasa yang dipergunakan. Sampai dengan abad ke-14. (zaman Majapahit I) bahasa yang dipakai adalah bahasa Jawa kuno, dan setelah abad ke-15 (zaman Majapahit II) menggunakan bahasa Jawa pertengahan. 

Ilustrasi Seni Sastra
Hasil-hasil kesusastraan yang berkembang di Bali (zaman Kerajaan Samprangan-Gelgel) termasuk dalam zaman Majapahit II.

Pada masa Kerajaan Singasari sampai Majapahit karya-karya di bidang kesusastraan tidak sebanyak karya pada zaman Kerajaan Kadiri. Kemerosotan seni sastra diperkirakan karena tidak adanya pujangga yang bermutu dan adanya kehidupan sosial dan politik yang kurang stabil. Dari 1222 sampai 1328 Jawa Timur dilanda oleh pemberontakan-pemberontakan. Setelah naiknya Tribuwana Tunggadewi pada 1334 dengn Maha Patih Gadjah Mada, ketentraman di dalam negeri kembali pulih dan perluasan wilayah ke pulau-pulau lain. Kejayaan Majapahit mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Dyah Hayam Wuruk Sri Rajasanegara. Pada masa itu muncul berbagai karya sastra, di antaranya adalah Kakawin Negarakretagama.

1. Kakawin Sumanasantaka
Kakawin Sumanasantaka merupakan hasil karya Mpu Monaguna atas perintah Raja Warsajaya di Kerajaan Kadiri sekitar 1104, mengisahkan tentang kelahiran Dasarata di Ayodya. Ceritanya diawali dengan digodanya Begawan Trenawindu yang sedang bertapa oleh bidadri Harini atas perintah dewa Indra. Harini terkena serapah Trenawindu dan menjelma menjadi putri Raja Karthakesika dari kerajaan Widarba bernama Indumati.[1]
Kakawin Sumasantaka
Gambar 1 : Kakawin Sumasantaka (Sumber: https://budayajawa.id/kakawin-sumanasantaka/)
Putri Indumati disayembarakan dan pemenangnya adalah Sang Aja Putra Prabu Ragu. Setelah dipersunting Sang Aja, Indumati melahirkan Dasarata. Ketika saatnya Indumati kembali ke kahyangan, Dewa Narada melemparnya dengan bunga sehingga matilah Dewi Indumati. Sang Aja juga meninggal setelah bertapa di tempuran Sungai Serayu dan Sungai Gangga, dan keduanya dapat berkumpul kembali ke alam sargaloka.

2. Kitab Bharatayudha
Serat Baratayudha
Gambar 2: Serat Baratayudha (Sumber: https://budayajawa.id/kakawin-sumanasantaka/)
Merupakan karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh pada masa pemerintahan Raja Jayabaya dari Kadiri. Kakawin ini mengisahkan peperangan antara Pandawa dan Kurawa di medan Kurusetra. Bagian awal sampai Prabu Salya berangkat ke medan Kurusetra dikarang oleh Mpu Sedah dan selanjutnya digubah oleh Mpu Panuluh.[2]

3. Kakawin Hariwangsa 
Kakawin Hariwangsa
Gambar 3: Kakawin Hariwangsa (Sumber: https://medium.com/deuteronomi/antara-takdir-dan-cinta-98a6b4b64292)
Digubah oleh Mpu Panuluh pada zaman Kadiri masa pemerintahan Raja Jayabhaya. Kakawin ini bercerita tentang perkawinan Kresna dengan Rukmini atau kisah percintaan antara Kresna dan Rukmini putri Raja Bismaka dari Kerajaan Kumbhina.[3]

Negarakretagama merupakan pujasastra tentang keagungan Majapahit dan keluhuran Sri Rajasanagara karya Mpu keagungan Majapahit dan keluhuran Sri Rajasanagara karya Mpu Prapanca pada 1365. Karya ini merupakan paduan sejarah dan sastra bermutu tinggi yang menguraikan tentang daerah dan desa-desa sehingga disebut juga Desawarnana (uraian tentang desa-desa)

Kakawin Negarakretagama
Gambar 4: Kakawin Negarakretagama (Sumber: https://www.keepsoh.com/kitab-negarakertagama/)
Kakawin ini merupakan sumber pengetahuan tentang Majapahit dalam abad ke-14, terutama ritual-ritual istana dan adminastrasi Majapahit. Di dalamnya memuat informasi tentang upacara keagamaan terutama upacara sraddha, yaitu upacara yang ditujukan kepada arwah leluhur agar dapat mencapai moksa.[4]

Merupakan kitab karya Mpu Tantular yang berisi cerita moralistik dan dikdatik Buddha tentang pahlawan Sutasoma yang menyerahkan hidupnya dengan sukarela menjadi mangsa raksasa Kalmasa Pada (Purusada). Raksasa Kalmasa pada kagum akan kerelaan itu dan tidak jadi memakanannya. Bahkan raksasa tersebut justru bertobat dan memeluk agama Buddha. 

Kakawin Sutasoma
Gambar 5: Kakawin Sutasoma (Sumber: https://lifestyle.bisnis.com/read/20170605/230/659442/kitab-inspirasi-bhinneka-tunggal-ika-karya-mpu-tantular-dipamerkan-di-museum-nasional)
Sutasoma adalah Bodhisatwa. Dalam kitab tersebut tercantum ajaran agama yang berbunyi ”Bhineka tunggal ika tan hana dharma mangrwa” yang berarti ‘berbeda-beda tetapi tetap satu, sesungguhnya tidak ada hukum agama yang mendua’.[5]

Kitab karya Mpu Tantular ini menguraikan peperangan antara Parabu Arjuna Sasrabahu dan Pendeta Parasurama. Arjunasasrabahu membendung Sungai Narmada untuk dijadikan tempat bercengkrama dengan Citrawati, permaisurinya. 

Kakawin Arjuna Wijaya
Gambar 6: Kakawin Arjuna Wijaya (Sumber: https://www.dictio.id/t/apa-itu-kitab-arjuna-wijaya/82664)
Pada saat itu Dasamuka sedang bertapa memuja lingga tetapi terlanda banjir akibat bendungan Sungai Narmada. Dalam perang tanding Dasamuka dapat dikalahkan dan dibelenggu dengan rantai besi. Begawan Pulastya, kakek Dasamuka, kemudian datang dan memintakan ampun kepada Arjunasasrabahu, sehingga Dasamuka dibebaskan dan kembali ke Alengka. [6]




[1] Ririn Darini, Sejarah Kebudayaan Indonesia masa Hindu-Buddha, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2016), hlm. 117, cet. ke-2.
            [2] Ririn Darini, Sejarah Kebudayaan Indonesia masa Hindu-Buddha, hlm. 118.
            [3] Ririn Darini, Sejarah Kebudayaan Indonesia masa Hindu-Buddha, hlm. 119.
            [4] Ririn Darini, Sejarah Kebudayaan Indonesia masa Hindu-Buddha, hlm. 119.
            [5] Ririn Darini, Sejarah Kebudayaan Indonesia masa Hindu-Buddha, hlm. 120.
            [6] Ririn Darini, Sejarah Kebudayaan Indonesia masa Hindu-Buddha, hlm. 119.




Kontak antara kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan Hindu Buddha yang berasal dari India telah menghasilkan kekayaan seni Indonesia yang beraneka ragam. Pengaruh itu sampai akhir abad ke 15. Pengaruh kebudayaan itu sangat terasa di daerah Jawa, Sumatera, Bali, bahkan sampai sebagian Kalimantan. Setelah agama islam masuk sejak abad ke 13, hanya Bali yang sampai ini masih kental menggunakan budaya India. Wilayah lain yang masih terlihat budaya Hindunya adalah Jawa, terutama Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Di daerah-daerah tersebut tersebar peninggalan-peninggalan sejarah dari masa Hindu Buddha yang berupa candi-candi sebagai bangunan keagamaan.

A. Peninggalan Kerajaan Hindu

1. Seni Bangunan
Bangunan Keagamaan 
Candi Prambanan  
Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara. Candi Prambanan atau Candi Roro Jonggrang yang terletak di Kompleks percandian Hindu terbesar di Indonesia yang terdiri dari 3 candi utama (Candi Syiwa, Brahma, dan Wisnu) serta candi-candi kecil.[1]
Candi Prambanan
Gambar 1: Candi Prambanan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Bangunan Pertitaan 
Candi Tikus
Candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang merupakan petirtaan atau pemandian terletak di Desa Temon, Kec. Trowulan, Kab. Mojokerto. [2]
Candi Muara Takus
Gambar 2: Candi Muara Takus (Sumber: https://beritabaik.id/read?editorialSlug=tempat-wisata&slug=1527265035131-candi-tikus-peninggalan-majapahit-di-bawah-tanah)

Bangunan Gapura
Candi Bajang Ratu
Candi Bajang Ratu yang berbentuk gapura yang dikaitkan dengan raja Majapahit, Jayanegara terletak di Desa Temon, Kec. Trowulan, Kab. Mojokerto.[3]
Candi Bajang Ratu
Gambar 3 : Candi Bajang Ratu (Sumber: https://sejarahlengkap.com/agama/hindu/sejarah-candi-bajang-ratu)

2. Seni Rupa
Arca Narashimha
Arca penjelmaan (avatara) dewa Wisnu yang ditemukan di Candi Ijo Yogyakarta. Arca ini menggambarkan figur manusia berkepala singa (Narashimha) dalam posisi menghimpit dan membelah dada musuh.[4]
Arca Narashima
Gambar 4: Arca Narashimha (Sumber: http://lacultureindo.blogspot.com/2019/01/arca-narashima-yang-langka.html)

Relief Langgam Jawa Timur
Relief langgam Jawa Timur yang terdapat di Candi Penataran Desa Penataran, Kec. Nglegok, Kab. Blitar.[5]
Relief Langgam Jawa Timur
Gambar 5: Relief Langgam Jawa Timur ( Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Penataran)

3. Seni Pertunjukan
Wayang Ramayana 
Perjalanan Cinta Sejati Rahwana.
Wayang Ramayana
Gambar 6: Wayang Ramayana (Sumber: http://www.adiraoktaroza.com/2019/09/25/ramayana-perjalanan-cinta-sejati-rahwana/)

4. Seni Sastra
Kitab Negarakertagama
Kitab Negarakartagama merupakan kitab yang dikarang oleh Empu Prapanca pada tahun 1365 M. Isi dari kitab Negarakertagama ini adalah mengenai sejarah berbagai raja-raja baik raja Singasari mauoun raja Majapahit.[6]
Kitab Negarakertagama
Gambar 7: Kitab Negarakertagama (Sumber: https://situsbudaya.id/kitab-negarakertagama/)

B. Peninggalan Kerajaan Budha

1. Seni Bangunan
Bangunan Keagamaan
Candi Borobudur
Candi Borobudur dibangun pada abad ke-8 selama sekitar 75 tahun. Istilah Borobudur berasal dari kata boro yang berarti 'wihara' dan budur yang berarti 'tanah tinggi' atau 'bukit'. Menurut J.G. Casparis nama Borobudur berasal dari bunyi prasasti Kahulungan (842 M) "bhumisambara budhara" yang berarti himpunan kebajikan yang bertingkat-tingkat. [7]
Candi Borobudur terbesar terletak di Desa Borobudur, Kec. Borobudur, Kab. Magelang. [8]
Candi Borobudur
Gambar 8: Candi Borobudur (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Borobudur)

2. Seni Rupa
Arca Dyani Budha
Arca Dyani Buddha (Buddha yang sedang semedi) berciri duduk bersila, badan tidak berhias dan kepala ber-unisha. Sikap kaki bersila dan berada di singgasana berbentuk teratai yang dinamakan padmasana.[9]
Arca Dyani Buddha
Gambar 9: Acra Dyani Buddha (Sumber: https://www.kaskus.co.id/thread/52b9a47f17cb17902e8b4781/mengenal-5-dhyani-buddha-sumber-patung-buddha-di-borobudur/)

Relief Lalitavistara
Relief Lalitavistara menggambarkan riwayat hidup Sang Buddha Gautama dimulai pada saat para dewa di surga Tushita mengabulkan permohonan Bodhisattva untuk turun ke dunia menjelma menjadi manusia bernama Buddha Gautama.[10]
Relief Lalitavistara
Gambar 10: Relief Lalitavistara (Sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bkborobudur/borobudur-yang-inspirational-borobudur-sebagai-buku-evolusi-umat-manusia/selatan-1-a-17/)

3. Seni Pertunjukan
Seni Tari
Bila diamati pada relief-relief Candi Borobudur tergambar salah satu kegiatan kesenian yaitu seni tari. Dari relief tersebut dapat disimpulkan bahwa tari-tarian di Jawa Tengah masih kental dengan pengaruh India. Berbagai pose-pose tari sangat mirip dengan pose-pose tari di India yang digambarkan dalam kitab Natyasastra maupun yang tercantum pada kuil-kuil Syaiwa di India. Relief Candi Borobudur, digambarkan Buddha yang sedang digoda oleh Mara yang menari-nari diiringi gendang. [11]
Buddha yang sedang digoda oleh Mara
Gambar 11: Buddha yang sedang digoda oleh Mara (Sumber: http://ibnul-whatever.blogspot.com/2011/06/)

4. Seni Sastra
Prasasti Kota Kapur
Ditemukan di Pulau Bangka bagian barat dan ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuno serta aksara Pallawa. Pada tahun 1892 prasasti ini ditemukan oleh J.K Van der Maulen. Menceritakan tentang kutukan untuk orang yang berani melanggar titah atau perintah dari kekuasaan Raja Sriwijaya. 
Hasil gambar untuk prasasti Kota kapur.
Prasasti Kota Kapur
Gambar 12: Prasasti Kota Kapur (Sumber: https://www.baabun.com/kerajaan-sriwijaya/prasasti-kota-kapur/)

Prasasti Karang Berahi 
Kontrolir L.M Berhout menemukan prasasti ini pada tahun 1904 di tepi Batang Merangin, Dusun Batu Bersurat, Jambi. Sama halnya dengan prasasti Talaga Batu, Kota Kapur dan prasasti Palas Pasemah, prasasti ini juga menceritakan tentang kutukan bagi mereka yang melakukan kejahatan dan tidak setia kepada Raja Sriwijaya.
Prasasti Karang Berahi
Gambar 13: Prasasti Karang Berahi (Sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjambi/prasasti-di-makara-solok-sipin/img_0160/)

[1] Taufik Abdullah (ed), Indonesia dalam Arus Sejarah: Faktaneka dan Indeks, (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2009), hlm. 7.
            [2] Ririn Darini, Sejarah Kebudayaan Indonesia masa Hindu-Buddha, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2016), hlm. 69, cet. ke-2. 
            [3] Ririn Darini, Sejarah Kebudayaan Indonesia masa Hindu-Buddha, hlm. 69.
            [4] Ririn Darini, Sejarah Kebudayaan Indonesia masa Hindu-Buddha, hlm. 84.
            [5] Ririn Darini, Sejarah Kebudayaan Indonesia masa Hindu-Buddha, hlm. 97.
            [6] Ririn Darini, Sejarah Kebudayaan Indonesia masa Hindu-Buddha, hlm. 119.
            [7] Ririn Darini, Sejarah Kebudayaan Indonesia masa Hindu-Buddha, hlm. 97.
            [8] Taufik Abdullah (ed), Indonesia dalam Arus Sejarah: Faktaneka dan Indeks, hlm. 7.
            [9] Ririn Darini, Sejarah Kebudayaan Indonesia masa Hindu-Buddha, hlm. 92.
           [10] Ririn Darini, Sejarah Kebudayaan Indonesia masa Hindu-Buddha, hlm. 100.
           [11] Ririn Darini, Sejarah Kebudayaan Indonesia masa Hindu-Buddha, hlm. 108.
Sebelum Agama Hindu dan Buddha masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia sebenarnya telah memiliki adat istiadat, kebiasaan, maupun kepercayaan yang mereka percayai.

Peta Jalur Pelayaran India dan Indonesia
Peta Jalur Pelayaran India dan Indonesia. Pengaruh agama Hindu adalah agama yang paling awal masuk ke Indonesia dan pertama kali dianut oleh raja beserta keluarganya, bangsawan, dan prajurit. (Sumber: http://hindudanbuddhadiindonesia20142.blogspot.com/2014/06/jalur-pelayaran-india-indonesia_23.html)
Kepercayaan tersebut tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Nenek moyang kita pada masa itu menganut kepercayaan animisme dan dinamisme.

Pengaruh agama Hindu adalah agama yang paling awal masuk ke Indonesia dan pertama kali dianut oleh raja beserta keluarganya, bangsawan, dan prajurit, karena mereka adalah kasta yang terhormat dalam ajaran Hindu. Pengaruh agama ini kemudian menyebar luas ke berbagai wilayah Indonesia, terutama di Pulau Jawa, Bali, dan Sumatera.

Masyarakat Hindu terbagi dalam empat golongan yang disebut kasta. Kasta-kasta tersebut adalah kasta Brahmana, kasta Ksatria, kasta Waisya, dan kasta Sudra. Di luar itu masih ada golongan masyarakat yang tidak termasuk dalam kasta, yaitu mereka yang masuk dalam kelompok Paria.

Kasta Brahmana merupakan kasta tertinggi.  Kaum Brahmana bertugas menjalankan upacara-upacara keagamaan. Kasta Ksatria merupakan kasta yang bertugas menjalankan pemerintahan. Golongan raja, bangsawan dan prajurit masuk dalam kelompok kasta Kstaria ini.

Kasta Waisya merupakan kasta dari rakyat biasa, yaitu para petani dan pedagang. Adapun kasta Sudra adalah kasta  dari  golongan hamba sahaya atau para budak. Sementara itu, golongan Paria merupakan golongan yang tidak diterima dalam kasta masyarakat Hindu.

Bukti meluasnya pengaruh Agama Hindu di Indonesia tertulis dalam prasasti – prasati peninggalan Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur dan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kedua prasasti tersebut membuktikan bahwa sejak abad ke-4 dan ke-5, pengaruh agama dan kebudayaan Hindu telah masuk dan tersebar di Indonesia.

Ketika pengaruh Agama Hindu tengah berkembang, Agama Buddha mulai masuk ke tanah air. Proses masuknya agama ini sama dengan masuknya Agama Hindu ke Indonesia, yaitu melalui jalur perdagangan.

Pada awalnya Agama Buddha tidak begitu banyak mempengaruhi bangsa Indonesia karena pada waktu itu nenek moyang kita telah menganut ajaran Hindu. Namun pada abad ke-7 Masehi, Agama Buddha mulai berkembang dengan pesat dan tersebar luas di Indonesia, dengan berpusat di Kerajaan Sriwijaya.

Menurut para ahli sejarah, cara masuk dan proses penyebaran agama Hindu-Budha di Indonesia terbagi menjadi 2, yaitu:[1]

1. Masyarakat Nusantara berperan pasif
Maksudnya adalah masyarakat Nusantara mempelajari agama Hindu dan Buddha melalui masyarakat India dan China yang datang ke Nusantara.

2. Masyarakat Nusantara berperan aktif
Masyarakat Nusantara belajar langsung ke India dan China untuk mempelajari agama tersebut secara mendalam kemudian kembali ke Nusantara sebagai penyebar agama tersebut.

Dari 2 cara tersebut, muncul 5 teori tentang masuknya agama Hindu-Buddha. 3 untuk yang berperan pasif dan 2 untuk yang berperan aktif yaitu teori Brahmana yang dicetuskan oleh JC. Van Leur, teori Ksatria yang dicetuskan oleh F.D.K Bosch, teori Waisya yang dicetuskan oleh N.J Krom, teori Sudra yang dicetuskan oleh van Faber, dan teori arus balik yang dicetuskan juga oleh F.D.K Bosch



[1] Seno Aji, Proses Masuknya Hindu Buddha ke Nusantara, https://blog.ruangguru.com/proses-masuknya-agama-hindu-buddha-ke-nusantara (diakses pada 15 November 2019).
Laporan Observasi ke Vihara Karunajala dan Pura Agung Wira Satya Buana

Observasi lapangan yang dilakukan kelompok kami dilakukan pada tanggal 12 dan 19 Oktober 2019.

Observasi Hindu dan Buddha
Laporan Observasi ke Vihara Karunajala dan Pura Agung Wira Satya Buana.
Observasi lapangan yang dilakukan kelompok kami dilakukan pada tanggal 12 dan 19 Oktober 2019

Observasi ini berfokus pada komunitas serta tempat ibadah umat Hindu Budha di Indonesia, kami melakukan observasi pada Vihara Karunajala dan Pura Agung Wira Satya Buana yang perinciannya akan dijelaskan dibawah ini :

1. Vihara Karunajala
Vihara Karunajala ini bertepat di Jalan Pasar Lama, Serpong, Tangerang Selatan, vihara ini juga dikenal dengan kelenteng Boen Hay Bio. Kelenteng ini merupakan salah satu dari tiga kelenteng tertua di wilayah Tangerang. Vihara dan Kelenteng ini dibangun pada tahun 1964 sebagai tempat ibadah umat Budha serta Konghucu.

Kelenteng Boen Hay Bio

Pada gerbang utama akan terlihat corak dari Tionghoa dan juga tempat ibadah umat Konghucu yaitu kelenteng Boen Hay Bio, sedangkan letak dari Vihara Karunajala sendiri ada di lantai atas yang dimana letaknya tergabung dalam tempat peribadatan. Hal inilah yang membuat menarik dari tempat ibadah ini.

Kami datang kesana tepat dengan ibadah minggu anak-anak beserta dengan para guru nya, Kami juga sempat menemui pengurus vihara tersebut untuk berbicara serta meminta izin untuk melakukan wawancara dan observasi di Vihara Karunajala, tetapi kami belum bisa bertemu dengan bikkhu dan biksu dikarenakan mereka sedang berhalangan. Dan kami pun akhirnya mewawancarai guru yang sedang mengajar ibadah minggu anak-anak.

Kami melakukan wawancara selama 10 menit dengan Lala dan Lili sebagai anak muda yang mengajar di sekolah minggu anak-anak. Kami memberikan pertanyaan seperti kegiatan sehari-hari di vihara, perbedaan vihara ini dengan yang lain, sejarah vihara, serta interaksi dengan masyarakat setempat.

Yang pertama adalah kegiatan sehari-hari, mengenai ibadah harian di vihara ini yaitu ada di hari Rabu yang merupakan ibadah umum, kemudian pada hari Sabtu yaitu ibadah untuk muda-mudi, dan yang terakhir adalah ibadah minggu dan juga sekolah minggu, rangkaian ibadahnya  adalah bersujud kepada sang Buddha, dilanjutkan dengan membaca Parita, kemudian bermeditasi dan yang terakhir melakukan Dana (bersedekah).

Yang kedua mengenai perbedaan vihara dengan vihara yang lain adalah vihara ini menganut aliran Theravada, serta pembacaan Parita yang berbeda isi nya sama tetapi cara pembacaan serta nada nya yang berbeda, serta kami sempat menanyakan alasan Kelenteng dan Vihara ini bergabung ternyata ini erat kaitannya dengan kebudayaan mereka yang masih satu yaitu kebudayaan Tiongkok serta masa orde baru yang memengaruhi agama Konghucu tidak berkembang dan mengakibatkan pemeluknya berafilisasi dengan agama Buddha, kemudian pada era reformasi agama Konghucu kembali diakui.

Dan yang terakhir adalah mengenai interaksi dengan masyarakat setempat mereka berpendapat bahwa kebetulan daerah ini termasuk komplek Tionghoa yang mayoritas masyarakat nya memeluk agama Buddha dan konghucu, warga sekitar juga sering datang ke komplek tersebut ketika ada hari raya seperti imlek untuk melihat-lihat dan sebagai ajang rekreasi, dan mereka juga dalam pergaulan sehari-hari dengan masyarakat sangatlah baik, dan mencermikan Bhinneka Tunggal Ika.

Video Observasi Vihara: https://youtu.be/v1c3xhARoMs

2. Pura Agung Wira Satya Buana
Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke daerah Tanah Abang dimana disitu terdapat pura yang berada dalam komplek paspampres yang bernama Pura Agung Wira Satya Buana. Kami datang setelah berkunjung ke wawancara di vihara, tetapi kami belum bisa ketemu pandita di pura tersebut dikarenakan sedang ada perayaan Purnama.

Pura Agung Wira Satya Buana

Kemudian kami datang lagi ketempat itu seminggu kemudian, dan akhirnya kami mendapatkan izin serta dapat mewawancarai pandita dan wakil pandita setempat. Pura Agung Wira Satya Buana didirikan 18 Februari 1992, pura ini ada dikarenakan umat hindu yang berada di lingkungan paspampres berkeinginan untuk membuat tempat ibadah. Pura ini merupakan pusat Suke Dukhe Jakarta Pusat, dan atas pengawasan Suke Dukhe DKI Jakarta.

Pura ini juga menerima berbagai aliran agama Hindu untuk beribadah di Pura tersebut. Mereka tidak memfokuskan terhadap satu aliran justru menampung semuanya dalam satu tempat peribadatan.
Mengenai ibadah, umat hindu dibagi menjadi ibadah harian dan ibadah khusus. Ibadah harian itu mencangkup Tri Sandya (tiga waktu) yaitu pada waktu pagi, siang, dan juga sore.

Kemudian ada ibadah khusus, seperti Purnama yang dilakukan 15 hari sekali dan juga 15 hari lagi dilanjutkan dengan Tilem, peribadatan ini untuk menghormati Sang Hyang Widhi yang telah memberikan pencerahan dan kegelapan pada malam hari. Terus ada lagi Odalan atau Teodalan merupakan ibadah untuk memperingati berdirinya pura tersebut. Kemudian ada juga hari raya besar agama Hindu seperti hari raya galungan, hari raya kuningan, hari raya saraswati, hari raya silawatri, hari raya pagarwesi, dan juga hari raya nyepi.

Dan interaksi dengan masyarakat sekitar khususnya yang berada di area kompleks paspampres dan juga umumnya masyarakat, hubungannya cukup baik sekali serta sangat antusias dalam segala peribadatan. Kadang juga suka membantu hal seperti parkir, kegiatan sosial serta pengurusan surat izin dan surat izin keramaian. Dapat bisa dibilang kehidupan beragamanya sangat rukun.

Kami juga diajak untuk melakukan bersuci dalam agama hindu yang disebut dengan Wangsuhpada dan kita juga melihat-lihat bagian dari pura sendiri, yaitu ada:
  1. Nista Mandala: Merupakan zona terluar yang merupakan pintu masuk pura dari luar lingkungan. Zona ini biasanya berupa taman atau lapangan, bisa digunakan untuk pentas tari atau persiapan upacara keagamaan
  2. Madya Mandala: Merupakan zona tengah dimana umat beraktivitas dan fasilitas pendukung. Pada zona ini terdapat Bale Kul-kul, Bale Gong, Wantilan, Bale Pesandekan, dan Perantenan
  3. Utama Mandala: Merupakan zona paling dalam, dan merupakan tempat paling suci di pura. Untuk masuk tempat ini umat harus melalui Kori Agung atau Candi Kurung dengan 3 pintu. Pintu utama terletak ditengah, sedangkan dua pintu lainnya mengapit pintu utama. Di zona ini terdapat Padmasana, Pelinggih, Meru, Bale Piyasan, Bale Pepelik, Bale Panggungan, Bale Pawedan, Bale Murda, dan Gedong Penyimpenan.
Video Observasi Vihara: https://youtu.be/jdE21WJcMyA

Sekian laporan observasi dari kelompok 1 kurang lebihnya mohon maaf, Om Swastiastu, Namo Budaya

Wassalamu'alaikum Wr. Wb